Listrik Energi Terbarukan RI Baru Tumbuh 20 Persen, Tertinggal dari Tren Global

9 Mei 2024 17:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pekerja melakukan pemeriksaan rutin di ruang mesin turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Segara di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja melakukan pemeriksaan rutin di ruang mesin turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Segara di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertumbuhan pembangkit tenaga surya (PLTS) dan angin (PLTB) mendorong listrik energi terbarukan dunia melampaui 30 persen untuk pertama kalinya pada tahun 2023. Sayangnya, Indonesia masih jauh tertinggal dari tren tersebut.
ADVERTISEMENT
Laporan tahunan lembaga think-tank global EMBER bertajuk Global Electricity Review 2024 menyebutkan, pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia tak setinggi tren global yakni hanya 20 persen listrik berasal dari energi terbarukan pada 2022.
Lebih lanjut, sejak tahun 2000, listrik berbasis energi terbarukan di dunia telah meningkat dari 19 persen menjadi lebih dari 30 persen. Kondisi ini didorong oleh peningkatan penggunaan tenaga surya dan angin dari 0,2 persen pada 2000 menjadi 13,4 persen pada 2023.
Berkat hal itu, intensitas emisi CO2 dari pembangkit listrik global mencapai rekor terendah pada 2023, menjadi 12 persen lebih rendah dari puncak intensitas CO2 global pada 2007.
“Masa depan berbasis energi terbarukan kini mulai menjadi kenyataan. Tenaga surya, khususnya, tumbuh dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Direktur Program Asia EMBER Aditya Lolla dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (9/5).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Indonesia belum mengalami pertumbuhan serupa. Pembangkit listrik bertenaga surya dan angin di Indonesia hanya mencapai 0,2 persen pada 2022. Padahal, negara ASEAN seperti Vietnam telah mencapai 13 persen pada 2023.
Managing Director Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, menambahkan Indonesia seharusnya tidak boleh ketinggalan jauh dari Vietnam maupun India atas pertumbuhan energi terbarukan ini.
“Seiring dengan dunia yang berlomba-lomba mengadopsi energi terbarukan, Indonesia tidak boleh ketinggalan dibandingkan Vietnam dan India. Perusahaan dan investor semakin menuntut ketersediaan energi bersih untuk investasi mereka,” ujarnya.
Tenaga surya saat ini menjadi pemasok utama pertumbuhan listrik di seluruh dunia, yang menghasilkan tambahan dua kali lebih banyak dibandingkan batu bara pada 2023.
Tenaga surya mempertahankan status sebagai sumber listrik dengan pertumbuhan tercepat di dunia selama 19 tahun berturut-turut, melampaui tenaga angin, dan menjadikannya sumber listrik baru terbesar selama dua tahun berturut-turut.
ADVERTISEMENT

Listrik dari Fosil Terus Menurun

Laporan EMBER menyimpulkan pesatnya pertumbuhan tenaga surya dan angin membawa dunia ke titik balik yang krusial. Pembangkit listrik berbasis fosil diproyeksikan menurun secara global sebesar 2 persen pada 2024. Hal ini memberi keyakinan bahwa era baru penurunan emisi sektor ketenagalistrikan segera dimulai.
Pertumbuhan listrik bersih membantu memperlambat pertumbuhan listrik fosil hampir dua pertiga dalam 10 tahun terakhir. Tercatat, separuh ekonomi dunia sudah melewati puncak produksi energi fosil dalam lima tahun terakhir.
Meski demikian, laporan EMBER tersebut menegaskan bahwa Indonesia masih belum mencapai puncak emisi di sektor ketenagalistrikannya.
Menurut renewables target tracker milik EMBER, Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP) mengusulkan agar 44 persen pembangkitan listrik di Indonesia berasal dari energi terbarukan pada 2030.
ADVERTISEMENT
Namun, hal ini bergantung pada mobilisasi dana JETP di tahun mendatang, untuk merealisasikan proyek-proyek yang diusulkan dalam rencana investasi dan kebijakan komprehensif (CIPP).
Petugas mengecek tabung biodigester yang memfermentasi hasil limbah organik menjadi biogas di lokasi pengolahan limbah organik Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
“Kita sedang menyaksikan perubahan di tingkat global, dan pemerintahan baru Indonesia perlu mempertimbangkan implikasi makro dan peluang transisi energi, melampaui fiksasi tradisional pada angka biaya-manfaat yang sempit dari operator jaringan listrik,” kata Putra.
EMBER menggarisbawahi faktor-faktor pendukung utama yakni ambisi kebijakan tingkat tinggi, mekanisme insentif, dan solusi fleksibilitas, dapat mendorong pertumbuhan pesat tenaga surya dan angin, khususnya di China, Brasil, dan Belanda.
Peningkatan listrik bersih ini, katanya, tidak hanya bertujuan mengurangi emisi karbon di sektor ketenagalistrikan, melainkan juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan permintaan listrik di tengah perekonomian yang semakin berbasis listrik.
ADVERTISEMENT