Lokasi Smelter Freeport Berubah Lagi, Opsi di Halmahera Kerja Sama dengan China

7 Desember 2020 18:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lahan di kawasan industri JIIPE di Gresik, bakal lokasi smelter PT Freeport Indonesia. Foto: Dok. PT Freeport Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Lahan di kawasan industri JIIPE di Gresik, bakal lokasi smelter PT Freeport Indonesia. Foto: Dok. PT Freeport Indonesia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana pembangunan pabrik pemurnian bijih tembaga atau smelter oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) terus berubah-ubah. Perusahaan yang awalnya berjanji membangun smelter baru di Gresik, Jawa Timur, kini menawarkan opsi baru di Halmahera.
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, mengakui ada perusahaan dari China yang tertarik membangun smelter dengan Freeport di Weda Bay, Halmahera. Perusahaan tersebut adalah Tsingshan Steel dengan nilai proyek mencapai USD 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,5 triliun.
"Kalau secara ekonomis dan teknis lebih memungkinkan, kami tentu lebih prefer ke (Halmahera) daripada yang tidak ekonomis kita lakukan," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI, Senin (7/12).
Berdasarkan data yang dihimpun kumparan, Tsingshan Steel merupakan perusahaan asal China yang juga memiliki perusahaan di Indonesia bernama PT Tsingshan Steel Indonesia. Lokasinya berada di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Tsingshan Steel Indonesia didirikan pada 2016 yang pabriknya memproduksi nickel pig iron (NPI) sebanyak 500.000 ton per tahun. Saham perusahaan ini dimiliki 90 persen oleh beberapa perusahaan China dan hanya 10 persen oleh PT IMIP.
ADVERTISEMENT
Sebelum ada opsi membangun smelter dengan Tsingshan Steel, Freeport juga telah mengajukan alternatif mengekspansi lahan smelter PT Smelting Indonesia (PTS) yang selama ini menjadi tempat Freeport memurnikan konsentrat tembaga dari Papua. Lokasinya berada di Gresik juga.
Ekspansi di Smelting ini dilakukan lantaran Freeport merasa biaya membangun smelter baru sendirian di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, terlalu besar, mencapai USD 3,5 miliar. Sedangkan nilai tambah dari harga jual konsentrat ke tembaga katoda hanya 5 persen.
Dari dua opsi yang dimiliki Freeport untuk membangun smelter yang bersifat mandatori tersebut, hingga kini perusahaan masih menanti keputusan dan arahan pemerintah soal lokasi pembangunan. Meski belum ada kesepakatan secara resmi, namun pembicaraan untuk opsi pembangunan smelter di Weda Bay terus dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Berapa kapasitasnya, bagaimana jadwal pembangunannya. Ini masih terus dalam pembicaraan dan belum ada kesepakatan," kata Tony.
Lokasi tambang Freeport di Papua Foto: Reuters
Direktur Utama PT Inalum (Persero) sebagai induk holding BUMN tambang atau MIND ID, Orias Petrus Moedak, mendukung rencana Freeport menggandeng Tsingshan Steel. Syaratnya, biaya pembangunan harus lebih kecil dibandingkan hitungan awal.
Alasannya, investasi sebesar USD 3,5 miliar yang dikeluarkan Freeport untuk smelter di Gresik, MIND ID harus menanggung beban sebesar USD 1,2 miliar hingga USD 1,5 miliar.
"Jadi itu kami mendukung. Tapi tentunya saat ini masih dalam tahap pembicaraan awal," kata dia.
Belum lama ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegur Freeport Indonesia lantaran terlambat mengerjakan konstruksi fasilitas pemurnian mineral atau smelter di Gresik, Jawa Timur. Teguran itu dilayangkan melalui surat pada akhir September 2020.
ADVERTISEMENT
Pembangunan smelter baru ini bersifat wajib bagi PTFI karena menjadi syarat perusahaan mendapatkan perpanjangan izin operasi dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 2018 lalu. Namun, hingga kini progres pembangunannya baru 5,86 persen dan molor karena COVID-19.