Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Lorena Merugi Lagi, Bagaimana Prospek Bisnis Bus AKAP?
3 Mei 2018 16:18 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Pengelola bus Lorena , PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) merugi Rp 38,46 miliar selama tahun 2017. Kerugian itu membengkak sekitar 35% dibanding tahun sebelumnya Rp 28,406 miliar. Kerugian ini sejalan dengan penurunan pendapatan perseroan pada tahun 2017 sebesar Rp 106 miliar atau menurun 15,9% dibadingkan periode sebelumnya Rp 126 miliar.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laporan keuangan perseroan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (1/5), kerugian ini terjadi tiga tahun berturut-turut dengan angka yang terus membesar. Pada 2015, emiten dengan kode LRNA ini “hanya“ mencatatkan kerugian Rp 1,65 miliar.
Perseroan telah berusaha untuk menerapkan strategi dan efisiensi di segala bidang, namun kondisi minimnya jumlah penumpang pada umumnya berdampak negatif. Akibatnya laba dan pendapatan perseroan kembali merosot.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, menilai jika dilihat dari penyebab kerugian yakni akibat penurunan penjualan, maka bisa dibilang angkutan bus umum ini masuk kategori “inferior goods”.
“Jadi ketika income suatu masyarakat naik, pasti akan ada dua barang yang saling bertentangan. Pertama, penjualannya ikut naik itu yang kita bilang sebagai barang normal. Kedua, yang sebaliknya penjualannya malah turun, itu yang kita sebut barang inferior,” kata Rhenald kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (3/5).
ADVERTISEMENT
Bisnis transportasi bus antar kota antar provinsi (AKAP), belakangan harus bersaing sengit dengan kereta api dan pesawat terbang . Meskipun harganya sedikit lebih mahal, namun menawarkan kecepatan waktu tempuh dan kenyamanan lebih. Sehingga harga yang lebih mahal bisa tetap terjangkau karena naiknya income masyarakat.
Rhenald menambahkan, pangsa pasar bus juga semakin tergerus oleh jaringan jalan tol yang semakin luas. Pada saat yang sama, kemampuan masyarakat untuk membeli mobil semakin tinggi, setidaknya untuk membeli mobil kelas LCGC atau mobil China yang harganya lebih terjangkau.
Kelompok masyarakat ini merasa lebih nyaman bepergian dengan kendaraan pribadi melaju di jalan tol, meskipun untuk itu harus merogoh uang lebih besar. “Jadi karena dia (bisnis bus umum) inferior goods, itu pasti mengalami penurunan penjualan justru akibat meningkatnya income masyarakat. Kalaupun naik, paling untuk rute-rute yang secara klasik masih gemuk,” jelasnya.
ADVERTISEMENT