LPEM UI Sebut Kenaikan Tarif PPN Berpotensi Picu Inflasi dan Kesenjangan Sosial

18 November 2024 17:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pemerintah bakal menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen di 2025. Kebijakan PPN 12 persen tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
ADVERTISEMENT
Laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menunjukkan meskipun kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini juga berisiko menimbulkan berbagai dampak negatif bagi ekonomi Indonesia.
Sebagai pajak yang diterapkan langsung pada barang dan jasa, kenaikan tarif PPN dapat memperburuk tekanan inflasi.
"Tarif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung, sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan," tulis LPEM UI dalam laporannya, dikutip Senin (18/11).
Kenaikan biaya hidup ini, pada gilirannya, dapat menjadi tantangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, yang berisiko mengalami penurunan daya beli. Situasi ini dikhawatirkan akan mengurangi pengeluaran dan konsumsi konsumen secara keseluruhan, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi domestik.
ADVERTISEMENT
Laporan LPEM UI juga menyoroti efek distribusi dari kenaikan PPN yang dapat membebani masyarakat berpenghasilan rendah secara tidak proporsional.
"Meskipun masyarakat berpenghasilan rendah membelanjakan sebagian kecil dari pendapatan mereka untuk barang dan jasa yang dikenai pajak, pengalaman terbaru di Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan biaya hidup akan sangat membebani rumah tangga ini,” ungkap laporan itu.
Akibatnya, kondisi ini dapat memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial. Serta mendorong lebih banyak orang jatuh di bawah garis kemiskinan, yang akan semakin membebani kelompok rentan.
Selain itu, kenaikan tarif PPN juga berpotensi menurunkan daya saing Indonesia, terutama di sektor pariwisata. Kenaikan harga barang dan jasa akibat tarif PPN yang lebih tinggi dapat menghalangi pengunjung internasional, yang mungkin akan memandang Indonesia sebagai destinasi wisata yang kurang hemat biaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang memiliki tarif pajak lebih rendah.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, dampak ini juga berpotensi mengurangi minat investasi asing di Indonesia, karena para investor sering kali mencari negara dengan kebijakan pajak yang lebih menguntungkan.
LPEM UI menambahkan, peningkatan biaya produksi yang terkait dengan tarif PPN yang lebih tinggi bisa mengurangi daya saing ekspor Indonesia di pasar global. Hal ini karena biaya produksi yang lebih tinggi akan menaikkan harga produk Indonesia di pasar internasional, sehingga mengurangi daya saing produk lokal dibandingkan dengan produk negara lain.
Dari sisi implementasi, kenaikan tarif PPN juga menghadirkan tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan potensi peningkatan penghindaran pajak (tax avoidance) atau penggelapan pajak (tax evasion). Risiko ini lebih besar terjadi di sektor-sektor dengan tingkat informalitas yang tinggi atau yang pengawasannya terbatas. Hal ini berpotensi mengurangi efektivitas kebijakan dan mengancam tujuan penerimaan negara yang diharapkan dari kenaikan tarif PPN.
ADVERTISEMENT
Laporan LPEM UI mengingatkan bahwa risiko-risiko ini perlu dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait tarif PPN. Terutama dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kelompok masyarakat rentan dari dampak negatif kebijakan pajak yang lebih tinggi.