Luhut Pantau Investasi Freeport, Pertamina, hingga Lotte

24 Oktober 2019 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan tiba di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan tiba di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memulai tugas barunya untuk memantau investasi dari sejumlah perusahaan. Luhut mengatakan, total ada 10 perusahaan dengan jumlah investasi besar yang akan dipantau dari tim kementeriannya. Beberapa perusahaan disebutnya seperti PT Freeport Indonesia, Lotte Group hingga PT Pertamina (Persero).
ADVERTISEMENT
Terkait investasi Lotte misalnya, Perusahaan tersebut akan membangun fasilitas petrokimia di Cilegon, Banten. Luhut mengatakan terus memantau dan mengawasi investasi tersebut. Sejauh ini investasi Lotte di sana masih terganjal persoalan lahan.
"Ada seperti Lotte di Banten juga masalah tanah akan kita pantau, sudah groundbreaking tahu-tahu masalah, setiap bulan kita pantau perusahaan bermasalah yang investasinya besar," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (24/10).
Luhut Binsar Panjaitan tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Lotte Group juga akan mengembangkan investasi properti di Indonesia. Rencana investasi perusahaan asal Korea Selatan tersebut di Indonesia mencapai USD 4 miliar atau Rp 56 triliun (kurs dolar Rp 14.000).
Terkait PT Freeport Indonesia, Luhut mengatakan pihaknya juga mengawasi pembangunan smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral). Pihaknya segera mengevaluasi jika ada hambatan dalam perusahaan dalam negeri atau luar negeri melakukan investasi di RI.
ADVERTISEMENT
"Sekarang Freeport mau bangun smelter dan masih clearing, makanya saya mau panggil apa masalahnya. Sama dengan CPC sudah tiga tahun dengan Pertamina yang (perusahaan) dari Taipei itu sudah USD 6,8 miliar belum selesai. Semua harus kita kejar dan kita tindak," jelasnya.