Luhut soal Sikap UE Terhadap Sawit: Jangan Mikirin Orang Utan Saja!

15 Maret 2019 9:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Maritim Luhut Panjaitan (tengah) dalam Pertemuan Forum Bilateral dengan Dubes Belanda di Kuningan, Jakarta, Rabu (20/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Maritim Luhut Panjaitan (tengah) dalam Pertemuan Forum Bilateral dengan Dubes Belanda di Kuningan, Jakarta, Rabu (20/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Eropa telah memutuskan bahwa budi daya kelapa sawit bisa mengakibatkan deforestasi berlebihan. Karenanya, Uni Eropa disebut akan segera menghentikan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar transportasi.
ADVERTISEMENT
Hal ini berbanding terbalik dengan kepentingan minyak kelapa sawit utama Indonesia dan Malaysia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengaku terus melakukan pendekatan terhadap Uni Eropa. Dalam prosesnya, Luhut meminta Komisi Eropa mempertimbangkan dampak kelapa sawit terhadap penurunan kemiskinan.
"Masalah palm oil ini kita harus lihat, satu bahwa palm oil ini melibatkan hampir 17 juta masyarakat dan ini berhasil turunkan gini ratio di bawah 10 persen. Yang tadinya 0,41 sekarang 0,39 sekian," kata Luhut kepada kumparan di Jakarta, Kamis (14/3).
Dia menegaskan akan tetap bertahan terhadap kepentingan negara sebagai penghasil minyak kelapa sawit utama. Menurut dia, Uni Eropa lebih mementingkan kepentingan orang utan saja.
"Kita juga keras, jadi waktu rapat dengan UE itu saya bilang kalian jangan ngajarin kami bagaimana menyangkut masalah lingkungan. Kami juga harus fit rakyat kami. Saya juga sampaikan sama mereka kalian mikirin orang utan saja. Rakyat kami juga masih banyak yang membutuhkan kehidupan layak," tambahnya.
Perbaikan Tata Kelola Harga Sawit. Foto: Dok. Kementan
Luhut menilai UE tidak konsisten lantaran sikap pelarangan kelapa sawit Indonesia, bertolak belakang dengan program pengentasan kemiskinan dalam The Sustainable Development Goals(SDGs).
ADVERTISEMENT
"Yah jadi kalau sekarang kalian banned kelapa sawit kota ini berarti kalian tidak konsisten," katanya.
Sebelumnya Komisi Uni Eropa menerbitkan kriterianya pada Rabu (13/3) menentukan tanaman penyebab kerusakan lingkungan, yang merupakan bagian UU Uni Eropa baru untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan menjadi 32 persen pada tahun 2030.
Penggunaan bahan baku biofuel akan ditutup secara bertahap pada 2019 hingga 2023 dan dikurangi menjadi nol pada 2030. Pemerintah Uni Eropa dan Parlemen Eropa memiliki waktu dua bulan memutuskan apakah menerima atau memveto tindakan tersebut.