Luhut soal TKA Menjamur di Smelter: Tenaga Indonesia Memang Enggak Ada

17 November 2021 15:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berpendapat bahwa SDM atau tenaga kerja Indonesia yang mumpuni di dunia industri masih minim.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini juga yang menjadi faktor masih banyaknya tenaga kerja asing (TKA) yang didatangkan ke Tanah Air. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah TKA di Indonesia mencapai 92.058 orang per Mei 2021.
Luhut mengatakan, kondisi tersebut bisa dilihat ketika pemerintah mau beralih dari pengekspor material mentah menjadi komponen baterai listrik. Proyek smelter Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera Tengah, saat ini masih mengandalkan tenaga kerja dari luar.
"Kita tidak mau hanya ekspor materialnya, kita mau semua itu menjadi satu kesatuan. Nah ini kesalahan kita berpuluh tahun sekarang kita perbaiki, banyak kritik kenapa enggak pakai tenaga Indonesia, memang ndak ada," ujar Luhut dalam webinar yang digelar ITS Indonesia, Rabu (17/11).
Argumen tersebut, kata Luhut, ia sampaikan kepada ekonom yang mempertanyakan soal masifnya tenaga kerja dari luar di ruang kontrol pabrik di Weda Bay. Menurut Luhut, belum ada tenaga lokal yang punya kapasitas cukup mumpuni mengisi ruang kontrol tersebut.
ADVERTISEMENT
20 TKA asal China tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, pada Sabtu (3/7) malam. Foto: Dok. Istimewa
Hal ini terjadi lantaran selama puluhan tahun, kualitas lulusan politeknik di Indonesia tidak mendapat perhatian serius. Padahal, lanjutnya, mencari SDM yang berkualitas untuk sektor ini tidak semudah yang dibayangkan.
"Lebih parahnya setelah kita bikin politekniknya tidak ada pula yang lulus orang daerah. Kenapa tidak lulus? Lulusan SMA-nya 7x7 sama dengan 77, ini fakta di lapangan," ujar Luhut.
"Kita ketawa mendengarnya, tapi itulah fakta yang dihadapi. Banyak yang mengeluh kenapa ndak orang Indonesia semua, karena memang ndak ada. Kita berpuluh-puluh tahun tidak pernah memperhatikan bangunan politeknik yang berkualitas di daerah ini," sambung Menko Luhut.
Sejumlah pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Ke depannya untuk memperbaiki kondisi tersebut, kata Luhut, Indonesia sudah mulai mengirim anak-anak muda untuk belajar ke luar negeri. Misalnya dalam hal pengembangan industri daur ulang baterai kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
"Anak-anak muda kita yang dikirim ke Tiongkok selama 2 tahun untuk bicara soal recycling ini, sekarang sudah di Morowali. Nanti tim saya ke sana besok melihat apa yang sudah didapat, supaya terjadi teknologi transfer tadi ke depan," pungkasnya.