Makroekonomi 2022 Menantang, Dirut BRI Optimistis Targetkan Laba Bersih Rp 40 T

13 Mei 2022 21:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama BRI Sunarso. Foto: Bank BRI
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama BRI Sunarso. Foto: Bank BRI
ADVERTISEMENT
Di tengah kondisi makroekonomi pada 2022 ini yang menantang, Dirut PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, Sunarso mengungkapkan optimismenya untuk bisa meraup laba bersih sebesar Rp 40 triliun. Target tersebut naik 24 persen dari perolehan laba bersih 2021 yang sebesar Rp 32,22 triliun.
ADVERTISEMENT
Sunarso memaparkan, BRI punya modal kuat untuk menyongsong pertumbuhan yang agresif di 2022. Di antaranya karena kuatnya permodalan yang ditunjukkan dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 24 persen.
Selain itu, likuiditas BRI juga masih kuat diindikasikan oleh rasio pembiayaan terhadap total simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang di kisaran 85 persen hingga 87 persen. Artinya BRI masih punya ruang yang luas untuk mendorong pertumbuhan kredit.
Menurut Sunarso, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit BRI pada 2022 di kisaran 9 persen hingga 11 persen.
"Lalu labanya berapa? Sekarang kan tiga bulan pertama laba kita Rp 12,2 triliun. Jangan pakai matematika bahwa berarti nanti laba setahun empat kalinya jadi Rp 48 triliun. Kita enggak targetkan seperti itu. Nanti laba kita Rp 40 triliun," papar Sunarso di acara halal bi halal bersama pimpinan media di Kantor Pusat BRI, Jakarta, Jumat (13/5).
ADVERTISEMENT
"Ya kalau pun meleset, labanya jadi Rp 45 triliun," imbuhnya dengan nada bercanda.
Direktur Utama/CEO BRI Group, Sunarso, di acara halal bihalal bersama pimpinan media Jumat (13/5). Foto: Wendiyanto/kumparan
Di luar kinerja keuangan BRI yang kuat, Sunarso mengakui kondisi makroekonomi pada 2022 ini cukup menantang. Salah satunya ditunjukkan dengan tren kenaikan inflasi global. Terbaru, Amerika Serikat (AS) merilis data inflasi sebesar 8,3 persen pada April 2022.
"Di AS mungkin sekian puluh tahun terakhir belum pernah inflasi 8 persen, makanya kemaren diumumkan FOMC sekali naik (suku bunga acuan) 50 basis poin," ujar Sunarso.
Tren kenaikan inflasi juga terjadi di negara-negara lain. Bahkan Turki mencatatkan inflasi hampir 70 persen. Meski demikian, Sunarso mengajak masyarakat untuk tidak terlalu takut berlebihan meskipun harus tetap waspada.
"Kita enggak perlu takut berlebihan. Ya kita memang perlu waspada. Karena apa? Fundamental ekonomi kita relatif sangat solid dibandingkan negara-negara lain. Cadangan devisa kita masih cukup untuk impor 7 bulan. Inflasi memang naik, tapi masih di kisaran 3 koma," pungkasnya.
ADVERTISEMENT