Mandiri Institute Beberkan 7 Ancaman di Balik Moncernya Ekonomi RI

29 Agustus 2023 15:03 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret Jalanan dan Gedung Bertingkat di Semanggi. Foto: Reuters/Beawiharta
zoom-in-whitePerbesar
Potret Jalanan dan Gedung Bertingkat di Semanggi. Foto: Reuters/Beawiharta
ADVERTISEMENT
Head of Mandiri Institute, Teguh Yudo Wicaksono, membeberkan tujuh tantangan di balik moncernya ekonomi Indonesia. Adapun, hingga kuartal II 2023 ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen.
ADVERTISEMENT
"Walaupun ekonomi kita sudah recover cukup solid di kuartal II 2023 perekonomian tumbuh 5,17 persen tetapi kami melihat tahun ini dan tahun depan masih ada potensi risiko post pandemi," kata Teguh dalam Media Briefing Arah Kebijakan Pajak dalam RAPBN 2024 di Penang Bistro Pakubuwon, Selasa (29/8).
Pertama, tensi geopolitik Rusia dan Ukraina yang semakin meningkat. Bahkan, belum terlihat tanda-tanda akan mereda. Risiko kedua, inflasi yang tinggi di sejumlah negara maju dan diikuti dengan tingginya policy rate negara tersebut.
"Tekanan dari inflasi membuat stand point The Fed semakin hawkish," ungkapnya.
Ketiga, kolapsnya sejumlah bank di tengah tingginya suku bunga The Fed. Keempat, melemahnya ekonomi dunia.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
"Kelima resesi di sejumlah negara maju yang mempengaruhi permintaan untuk produk-produk ekspor kita dampaknya adalah ke pertumbuhan ekonomi Indonesia," terang Teguh.
ADVERTISEMENT
Keenam, potensi inflasi dan suku bunga yang tinggi di Indonesia. Ketujuh, resesi global.
"Resesi Global yang terjadi kemudian berdampak pada eksternal demand di Indonesia trade surplus (neraca dagang) kita makin lama makin turun," kata Teguh.
Sebelumnya, BPS melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2023 kembali surplus. Sepanjang Juli, neraca perdagangan surplus USD 1,31 miliar. Artinya neraca dagang sudah surplus selama 39 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, meski angka surplusnya mengalami penurunan.