Mantan Pimpinan KPK Ungkap Praktik Transhipment Rugikan Negara Rp 100 T

21 Februari 2020 19:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil ketua KPK Laode M Syarif saat Konfrensi pres menggagas perubahan UU pemberantasan tindak pidana korupsi di Gedung KPK, Jakarta Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil ketua KPK Laode M Syarif saat Konfrensi pres menggagas perubahan UU pemberantasan tindak pidana korupsi di Gedung KPK, Jakarta Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Kerugian negara akibat adanya praktik alih muatan di tengah laut (transhipment) mencapai Rp 100 triliun. Hal itu disampaikan oleh mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif.
ADVERTISEMENT
Angka itu disampaikan Laode dalam diskusi Memperkuat Upaya Pemberantasan Illegal, Unreported & Unregulated Fishing (IUU) dan Kejahatan Transnasional Terorganisir di Sektor Perikanan.
“Berikut transhipment, ada yang tangkap 10 tuna dia bilang hanya tangkap 3. Para nelayan juga tidak melaporkan tangkapan lagi, akhirnya apa? Kerugian negaranya besar. Menurut yang kami hitung bersama perhitungan lebih dari Rp 100 triliun,” ujar Laode di Sari Pasific Hotel, Jakarta, Jumat (21/2).
Kerugian keuangan negara itu dihitung dari pajak dan Pendapatan Negara Non Pajak (PNBP) yang tidak jadi diperoleh lantaran kapal nelayan pemasok transhipment tidak transparan mengenai jumlah tangkapan.
“Tidak mendukung nasional processing industry. Para nelayan pemasok transhipment juga tidak melaporkan tangkapan mereka,” ujar Laode.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata Laode, kejahatan lainnya di sektor perikanan dan kelautan yang masih terjadi hingga sekarang, adalah adanya praktik suap. Meski tak menyebut secara detail, ia menyinggung bahkan yang terlibat suap itu tak lain para pengawas di sektor perikanan dan kelautan.
“Ini hasil yang betul-betul saya dapatkan dari lapangan dan masih banyak juga pengawasnya ini sudah tangkap pun dia masih bisa disuap. Jadi saya pikir kembali ke by system sebenarnya sesuatu yang sudah kita tahu, bukan sesuatu yang susah sekali kalau kita mau,” jelasnya.
Laode mengakui para pelaku suap ini sulit sekali untuk ditangkap sewaktu ia masih menjadi komisioner lembaga antirasuah. Sebab, hanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang bisa membuat mereka terjerat.
ADVERTISEMENT
“Masih banyak aparat yang terima suap terus kenapa enggak ditangkap? Laporannya banyak, tapi kalau suap harus OTT, kalau tidak susah,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, kerugian secara global yang muncul akibat IUU cukup besar. Ia memberi contoh penangkapan ikan ilegal dari Samudera Pasifik yang menimbulkan kerugian hingga USD 8,3 miliar pada tahun 2019.
“Penangkapan ikan ilegal di Pacific Ocean mencapai 4-7 ton per tahun dan menyebabkan kerugian mencapai USD 8,3 miliar,” ujar Sjarief dalam acara yang sama.
Tak hanya itu, dampak lain yang muncul menurutnya yakni rusaknya ekosistem biota laut. Selain itu, juga konflik dengan nelayan lokal tidak terhindarkan.
ADVERTISEMENT
“Kerugian terhadap biodiversity juga besar, mereka menggunakan troll mengangkat apa saja termasuk turtle. Masalah sosial juga demikian karena adanya illegal fishing yang merapat ke pantai sampai ZEE sampai teritori sehingga timbul konflik dengan penduduk setempat,” tuturnya.