Manufaktur Kontraksi Tiga Bulan Berturut-turut, Kemenperin Beberkan Penyebabnya

2 Oktober 2024 17:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja memeriksa alat karbonisasi bahan material di pabrik bahan anoda baterai litium PT Indonesia BTR New Energy Material saat peresmian oleh Presiden Joko Widodo di Kawasan Ekonomi Khusus Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Rabu (7/8/2024). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memeriksa alat karbonisasi bahan material di pabrik bahan anoda baterai litium PT Indonesia BTR New Energy Material saat peresmian oleh Presiden Joko Widodo di Kawasan Ekonomi Khusus Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Rabu (7/8/2024). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan penyebab utama kinerja manufaktur nasional terkontraksi selama tiga bulan berturut-turut sejak Juli 2024.
ADVERTISEMENT
Juru Bicara kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menuturkan saat ini Indonesia belum memiliki kebijakan yang bisa membendung gelontoran produk impor. Sehingga industri dalam negeri tidak dapat bertumbuh optimal.
“Belum ada kebijakan yang tepat untuk menangani permintaan pasar domestik atas produk-produk manufaktur,” tutur Febri usai acara Hari Batik Nasional 2024 Kemenperin di Kota Kasablanka, Rabu (2/10).
Berdasarkan survei Purchasing Manager’s Index (PMI) S&P Global, manufaktur nasional masih dalam zona kontraksi pada September 2024 di level 49,2.
Kinerja manufaktur mulai turun ke bawah ambang batas ekspansi 50 sejak Juli yaitu 49,3. Kontraksi berlanjut di Agustus 2024 jadi 48,9. Dengan demikian kontraksi PMI manufaktur Indonesia sudah terjadi secara tiga bulan berturut-turut.
Febri kemudian membeberkan berbagai kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan geliat manufaktur nasional. Menurut dia, Kementerian Perdagangan (Kemendag) perlu merombak beleid kebijakan impor yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor.
ADVERTISEMENT
“Agar permintaan pasar domestik itu meningkat, maka beberapa kebijakan misalnya kita kencangkan, Permendag 8 itu minta direvisi supaya permintaan pasar domestik itu bisa naik kembali,” tambah Febri.
Juru bicara kemenperin Febri Hendri Antoni Arif usai acara Hari Batik Nasional 2024 Kemenperin di Kota Kasablanka, Rabu (2/10/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Selain itu, dia juga berharap pemerintah di lintas kementerian juga dapat segera mengetok pemindahan pelabuhan untuk tujuh komoditas impor dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa. Tujuh komoditas itu antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.
“Kami Kementerian Perindustrian sudah berupaya agar Permendag 8 2024 itu direvisi, terutama lakukan pembatasan impor terhadap HS (Harmonized System) produk jadi itu minta diperketat, dan kemudian pelabuhan masuknya juga diperketat,” terang Febri.
Lebih lanjut Febri menjelaskan, meskipun saat ini telah ada kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), tetapi belum ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait. Sehingga, kedua kebijakan restriksi perdagangan tersebut belum bisa diberlakukan.
ADVERTISEMENT
“BMAD-BMTP kan, BMAD sejauh ini baru perlu untuk produk keramik, ubin keramik. BMTP kain. kan belum ada PMK-nya sehingga belum bisa diberlakukan. Jadi, kalau ada ubin (atau) keramik impor masuk kan belum bisa dikenakan biaya masuknya,” jelas Febri.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah membocorkan besaran BMAD keramik, hanya saja Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur hal ini masih belum diterbitkan.
Lalu, pada 6 Agustus 2024 Kementerian Keuangan juga meneken PMK Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain dan PMK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya.