Manufaktur RI Kontraksi, Pengusaha Mulai Tahan Produksi

11 September 2024 11:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Frame China/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pabrik tekstil. Foto: Frame China/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara soal merosotnya kinerja manufaktur nasional yang terlihat dari semakin dalamnya kontraksi Purchasing Managers Index (PMI) Agustus 2024 pada level 48,9.
ADVERTISEMENT
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menuturkan banjirnya impor produk jadi membuat kinerja manufaktur RI turun. Gelontoran impor produk jadi di pasar domestik ini membuat permintaan untuk industri lokal melemah.
Di saat yang sama, menurut dia belum ada kebijakan yang dapat menahan masuknya produk impor ini. Sehingga berdampak pada merosotnya kinerja industri manufaktur.
“Kalau soal PMI masih kontraksi pada bulan Agustus 2024 karena belum ada kebijakan signifikan yang diterbitkan oleh Kemenko Perekonomian dan Kemenkeu terkait dengan banjir produk impor terutama impor produk jadi,” kata Febri kepada kumparan, Rabu (11/9).
Banjirnya impor ini juga membuat pelaku usaha menahan produksi, menunggu kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor produk jadi.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjawab pertanyaan wartawan saat dijumpai di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (31/7/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Selain itu, pengusaha juga menanti pemberlakuan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) keramik, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk kain, dan kebijakan lain.
ADVERTISEMENT
“Selain kebijakan pembatasan impor produk jadi, pelaku industri menunggu kebijakan lain seperti pemberlakuan BMAD keramik, BMTP kain, insentif mobil hybrid dan HGBT (Harga Gas Bumi Tertentu),” jelas Febri.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah membocorkan besaran BMAD keramik, hanya saja Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan mengatur hal ini masih belum diterbitkan.
Lalu, pada 6 Agustus 2024 Kementerian Keuangan juga meneken PMK Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain dan PMK Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya.
Lebih lanjut Febri menjelaskan, berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 yang merupakan perubahan ketiga dari Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, memang berkontribusi pada penurunan kinerja manufaktur.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya dampak Permendag 8 sudah terlihat sejak diberlakukan pada bulan Mei 2024 sampai sekarang,” imbuh Febri.
Mulanya, subsektor industri manufaktur yang terdampak beleid ini adalah tekstil, kemudian disusul industri bahan galian non logam hingga industri elektronik dan kosmetika.
“Terlihat dari menurunnya kinerja industri tekstil dan kemudian merembet ke sektor lain seperti subsektor bahan galian non logam di mana komoditas ubin keramik di dalamnya, (lalu industri) elektronik dan kosmetik,” Jelas Febri.
Permendag 8/2024 berlaku pada 17 Mei 2024, hanya saja penurunan kinerja manufaktur telah terjadi sejak April 2024. Pada April PMI manufaktur tercatat turun menjadi 52,9 dari Maret yang merupakan posisi tinggi manufaktur pada 54,2.
Beranjak Mei 2024, manufaktur kembali menurun meski masih ekspansi jadi 52,1. Baru pada Juli 2024, penurunan terjadi cukup dalam, kinerja manufaktur di bawah ambang batas ekspansi 50 menjadi 49,3 dan dilanjutkan Agustus pada 48,9.
ADVERTISEMENT