Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Masa Keemasan Toko Buku Kwitang: Sering Didatangi Mar'ie Muhammad
7 Oktober 2018 20:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB

ADVERTISEMENT
Sejak lama, toko buku di Kwitang, Jakarta Pusat menjadi pusat pembelian buku-buku murah. Mulai dari buku-buku terkenal hingga buku yang langka bisa dicari di sini.
ADVERTISEMENT
Bahkan, pernah juga ada buku-buku yang dilarang beredar pada zaman Orde Baru, bisa ditemukan di sini. Saking melegendanya, toko-toko di sini pernah masuk dalam scene film Rangga dan Cinta di AADC.
Cerita toko buku di Kwitang bukan hanya itu saja. Salah satu pedagang di sini, Asril, bercerita bila pembeli di toko ini bukan hanya warga biasa. Orang-orang penting di negeri ini pun pernah terlihat membeli buku di sini seperti Mar’ie Muhammad saat masih hidup.
Mar’ie Muhammad merupakan mantan Menteri Keuangan Indonesia ke-18 di era Presiden Soeharto. Selain alm. Mar’ie, pejabat lain adalah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi.
“Orang-orang penting juga pernah beli di sini kayak Azwar Anas. Dulu pernah ada menteri juga yang ke sini, Mar’ie Muhammad,” kata Asril kepada kumparan di lapak tokonya di Kwitang, Minggu (7/10).

ADVERTISEMENT
Asril bercerita, saat mereka mendatangi tokonya dan membeli buku layaknya pembeli biasanya. Tawar-menawar dan tidak ada yang istimewa. Kebanyakan mencari buku-buku tentang hukum dan politik.
Diakui Asril, kadang ada pembeli yang cari di toko buku modern yang tidak jauh letaknya dari Kwitang tapi tidak ada, lalu mereka mencari ke toko emperan.
Cerita unik lainnya, lanjut Asril adalah pernah ada seorang penulis buku datang ke Kwitang. Penulis itu melihat buku-buku di sana, salah satunya di toko dia. Lalu, penulis itu mengaku menemukan buku-buku dia di antara tumpukan buku di toko buku murah Kwitang.
“Kadang lebih bagus buku kaki lima. Malah ada salah satu penulis buku yang datang ke sini, dia bilang bukunya jauh lebih laku di sini ketimbang di toko buku,” ucap Asril tertawa.
ADVERTISEMENT
Masa-masa kejayaan penjual di Kwitang adalah saat banyak toko dan lapak yang masih buka. Bahkan pada era Gubenur DKI Jakarta Sutiyoso, toko buku di Kwitang menjadi salah satu tujuan wisata.
Kejayaan toko buku Kwitang pun sampai ke luar negeri. Dulu, orang-orang di Malaysia kerap membeli buku dalam partai besar ketika akhir pekan. Belanjaannya bisa berkardus-kardus besar.
“Sejak ada penggusuran 11 tahun silam atau pada 2007, penjual di sini berpencar. Ada yang di ruko, pindah ke Blok M, ada yang ke Tanah Abang. Jadi sudah enggak keliatan lagi tuh pembeli dari Malaysia,” kata dia.

Sebenarnya, sebelum 2007, penggusuran pernah terjadi pada tahun 1986. Kala itu, tahun pertama Asril berjualan. Dia mengaku penggusuran itu diliput TVRI. Menariknya, setelah diliput, malah makin ramai penjualnya.
ADVERTISEMENT
“Masuk TV, yang jualan malah makin ramai. Berjejeran. Kalau sekarang enggak. Digusur, pada berpencar,” jelas dia.
Asril sendiri mengaku memilih bertahan di Kwitang. Tapi dia tidak berjualan di dalam ruko karena tidak sanggup bayar uang sewa per bulannya Rp 1 juta.
Laki-laki asal Sibolga ini mengaku setia berjualan di lapak di Kwitang, selain karena untuk pindah toko butuh modal, dia sudah lebih menyukai Kwitang dengan buku-buku yang dijualnya sebab di situlah kecintaanya terhadap buku selama ini terpelihara.
“Dari kecil sudah suka baca. Pas lulus SMA, datang ke Jakarta ketemu banyak buku senang sekali. Lebih suka di sini (jualan di sini),” ujarnya.
Asril juga mengaku tetap setia berjualan secara manual. Artinya, jual beli dilakukan langsung antara pembeli dan penjual. Dia mengaku tidak menjual buku-buku secara online karena terlalu lama mengurusnya, belum lagi masalah lain seperti buku belum sampai. Sedangkan jual beli di lapaknya, Ia bisa mengobrol dengan pembeli.

Toko Buku Kwitang Jadi Pilihan Favorit Mahasiswa Cari Buku Murah
ADVERTISEMENT
Namanya Ardi. Perawakan tinggi dengan tas warna hitam yang setengah digendongnya berjalan di sekitar toko buku Kwitang, Jakarta Pusat. Melihat satu buku ke buku lain. Membolak-balikkan buku lalu mengebetnya.
“Berapa pak?” kata dia bertanya harga jual buku tentang ilmu hukum kepada penjual, Asril.
Proses jual beli pun terjadi, tawar-menawar dilakukan. Setelah sepakat, buku teori hukum tingkat universitas itu dimasukkan ke dalam plastik. Usai membayar bukunya, Ardi lantas bercerita kepada kumparan yang sejak tadi meliput pasar buku Kwitang.
Ardi (20) merupakan salah satu mahasiswa hukum dari universitas di Jakarta. Dia mengaku hari ini mencari salah satu buku teori hukum yang akan digunakannya di semester kelimanya ini.
Kwitang menjadi salah satu tujuannya untuk hunting buku saat memasuki semesteran. Alasannya, lebih murah ketimbang beli di toko buku modern.
ADVERTISEMENT
“Cari buku hukum buat besok. Memang sama teman biasa hunting di sini karena murah. Kalau di toko buku bedanya bisa sampai Rp 20 ribu. Di sini mah bisa ditawar,” kata dia.

Ardi mengaku mahasiswa perantaun dari Palembang. Ketika awal masuk kuliah di Jakarta, dia bingung mencari buku-buku bacaan yang diminta dosen. Temannya yang asli Jakarta merekomendasikannya ke Kwitang.
“Pilihannya juga banyak. Kadang cari juga ke Blok M dan di dalam Pasar Senen. Cuma memang cari di sini juga. Kalau buku hukum banyak sih, enggak susah sama kayak buku ekonomi. Jadi gampang. Cuma harganya jadi pertimbangan yang bikin balik lagi ke sini,” jelas dia.
Kwitang memang menjadi surga pencari buku bagi mereka yang masih belajar. Bukan hanya buku teori untuk anak kuliah. Mulai dari buku-buku TK, SD hingga SMA ada di sini asal mau mencarinya dari toko satu ke toko lain.
ADVERTISEMENT
Tak hanya buku khusus pelajar, buku-buku bacaan untuk anak kecil yang murah juga berjejer yang melirik perhatian Irma, ibu satu anak. Perempuan berkerudung yang kumparan temui di toko buku lain di Kwitang mengaku membeli buku-buku di sini karena murah.
Lagi-lagi dia membandingkan buku bacaan anak di toko buku Kwitang dan toko buku modern. Harganya, diakui dia memang lebih murah di sini.
“Lumayan bedanya. Di sini buku bacaan Rp 5.000 dapat. Kalau mahalan dikit, bisa ditawar. Di toko buku depan (modern) juga ada yang murah. Cuma di sini bisa lihat-lihat buku sastra yang langka-langka juga, murah-murah kan,” jelas dia.
Irma mengaku zaman dia masih kuliah tahun 2000-an juga mampir ke sini untuk cari buku, mulai dari buku teori awal hingga bahan untuk skripsi, dicari di Kwitang.
ADVERTISEMENT
“Sampai sekarang udah punya anak, kalau ada waktu sempatin ke sini. Cuma sekarang sudah susah ya nyarinya, udah pada pindah. Dulu sih ramai banget antar toko deketan jaraknya. Kalau belanja tuh bisa kalap lihat novel-novel,” kenangnya.