Maskapai Merugi, INACA Sambut Baik Rencana Penurunan Biaya Industri Penerbangan

17 Juli 2024 10:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi traveler yang sedang menunggu penerbangan di bandara Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi traveler yang sedang menunggu penerbangan di bandara Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyambut baik rencana pemerintah untuk menurunkan biaya-biaya dalam industri penerbangan nasional.
ADVERTISEMENT
Dengan penurunan biaya tersebut, maskapai berharap mendapat margin keuntungan dari operasional, sehingga membantu pemerintah dalam mengembangkan konektivitas penerbangan nasional.
“Saat ini biaya-biaya penerbangan sangat tinggi, melebihi tarif tiket yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2019. Akibatnya maskapai rugi dan mengoperasikan penerbangan untuk sekadar dapat hidup dan tidak dapat mengembangkan usahanya,” ujar Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja, dalam keterangan resmi, Rabu (17/7).
Menurut Denon, biaya-biaya tinggi yang berasal dari operasional maupun non-operasional penerbangan harus dikurangi atau dihilangkan.
Biaya tinggi dari operasional penerbangan misalnya harga avtur yang lebih tinggi dibanding negara tetangga. Lalu adanya antrean pesawat di darat untuk terbang dan di udara untuk mendarat yang berpotensi boros bahan bakar, hingga biaya kebandarudaraan dan layanan navigasi penerbangan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan biaya tinggi dari non-operasional penerbangan seperti adanya berbagai pajak dan bea masuk yang diterapkan secara berganda.
"Saat ini pajak dikenakan mulai dari pajak untuk avtur, pajak dan bea untuk pesawat dan sparepart seperti bea masuk, PPh impor, PPN dan PPN BM spareparts, sampai dengan PPN untuk tiket pesawat. Dengan demikian terjadi pajak ganda. Padahal di negara lain pajak dan bea tersebut tidak ada, ujar Denon.
Denon juga mengatakan, sebagian besar biaya penerbangan terpengaruh langsung maupun tidak langsung dari kurs dolar AS. Dengan demikian semakin kuat nilai dolar AS terhadap rupiah, maka biaya penerbangan akan ikut naik. "Hal ini juga harus diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya bersama," sambungnya.
Selain itu, adanya biaya layanan kebandarudaraan bagi penumpang (Passenger Service Charge/ PSC) yang dimasukkan dalam komponen harga tiket juga membuat harga tiket pesawat terlihat lebih tinggi. “Penumpang tidak mengetahui bahwa PSC itu bukan untuk maskapai tetapi untuk pengelola bandara. Namun karena berada dalam satu komponen, maka penumpang menganggap itu adalah bagian tiket pesawat dari maskapai,” ujar Denon.
Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja usai acara CEO Talks INACA, Kamis (2/11/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan

Menyehatkan Iklim Usaha Penerbangan

INACA juga menyoroti iklim usaha penerbangan yang saat ini tidak sehat. Hal ini karena masih adanya monopoli dalam bisnis penerbangan sehingga terjadi pengaturan harga oleh satu pihak dan tidak terjadi persaingan usaha yang sehat.
ADVERTISEMENT
Beberapa monopoli yang saat ini terjadi di antaranya monopoli penyedia avtur di bandara, monopoli pengelolaan bandara oleh pemerintah baik melalui BUMN maupun BLU dan UPBU Kementerian Perhubungan, serta monopoli operasional penerbangan dari maskapai atau group maskapai tertentu.
Agar tercipta iklim usaha dan persaingan usaha yang sehat, monopoli tersebut harus diminimalisir atau dihilangkan. Salah satu contoh meminimalisir monopoli operasional penerbangan adalah pengelolaan slot penerbangan yang lebih baik.
Pengelolaan slot harus berdasarkan azas keadilan bagi maskapai dan kekuatan pasar. Jarak waktu slot antar maskapai harus diperhatikan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Pengelola slot harus menjalankan aturan dengan tegas sehingga maskapai mematuhi aturan yang berlaku. Slot yang tidak terpakai dalam jangka tertentu harus segera ditarik dan diisi oleh maskapai lain.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga harus memperhatikan maskapai yang menerbangi virgin route, yaitu rute yang sebelumnya tidak ada penerbangan. Pemerintah harus memberikan proteksi pada maskapai yang pertama menerbanginya dalam jangka waktu tertentu dengan terus menerus mengevaluasi pasar penerbangan di daerah tersebut.
Penambahan penerbangan oleh maskapai lain baru bisa dilaksanakan bila pasarnya sudah kuat dan maskapai pertama sudah mendapatkan keuntungan. Dengan demikian terjadi persaingan bisnis yang sehat dan di sisi lain penumpang juga mendapatkan layanan yang lebih baik.
INACA juga menyambut baik dibentuknya Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional. Namun agar komite ini berjalan efektif, yang harus menjadi perhatian adalah siapa saja anggotanya, apa kewenangannya, apa program kerjanya dan bagaimana menjalankannya.
"Permasalahan yang melingkupi penerbangan nasional itu sangat kompleks dan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga. Untuk itu komite tersebut harus benar-benar kuat baik secara legal maupun operasional serta melibatkan berbagai stakeholder penerbangan, sehingga kinerjanya baik dan benar," ujar Denon.
ADVERTISEMENT