Masukan Ekonom soal Isu Merger GoTo-Grab

10 Mei 2025 7:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu datangnya penumpang di Halte LRT Pancoran, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu datangnya penumpang di Halte LRT Pancoran, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) akhirnya angkat bicara terkait rumor merger dengan Grab Holdings Ltd. Dalam keterangannya, Sekretaris Perusahaan GoTo, R.A. Koesoemohadiani, membenarkan perusahaan memang menerima sejumlah penawaran dari berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
Namun, Koesoemohadiani tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai rincian maupun kelanjutan dari proses tersebut.
Seiring mencuatnya isu ini, sejumlah ekonom berkomentar. Mereka menilai potensi merger antara dua raksasa teknologi tersebut dapat membawa dampak signifikan bagi persaingan usaha, efisiensi pasar, hingga perlindungan konsumen di sektor ekonomi digital.
Ekonom Senior dari Segara Research Institute, Piter Abdullah, meminta pemerintah agar bersikap cermat dalam menanggapi isu merger dua perusahaan ini.
Piter menekankan pentingnya peran otoritas negara, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dalam mengawasi potensi dampak merger terhadap perlindungan data pengguna, serta dampaknya bagi konsumen dan UMKM.
“Pemerintah dari Komdigi harus melihat dari sisi data, penguasaan informasi teknologi data. Kalau dimiliki asing harus jadi perhatian Komdigi. Kemudian juga terkait perlindungan konsumen dan UMKM, di masing masing sektor kementerian,” ujar Piter melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip kumparan, Jumat (9/5).
ADVERTISEMENT

GoTo Karya Anak Bangsa

Piter menyoroti aspek nasionalisme dalam wacana merger tersebut, mengingat status kepemilikan asing Grab dibandingkan dengan GoTo yang ia sebut sebagai karya anak bangsa.
Piter menegaskan, sektor digital tak bisa dipandang semata sebagai aktivitas bisnis, melainkan juga menyangkut kedaulatan data dan keamanan strategis nasional.
Ia menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek nasionalisme dalam rencana akuisisi, terutama jika yang berpotensi mengambil alih adalah perusahaan asing seperti Grab.
Menurutnya, GoTo merupakan hasil karya anak bangsa yang harus dijaga, terutama karena teknologi digital yang mereka operasikan mengelola data dalam skala besar dan kompleks. Oleh karena itu, jika penguasaan berpindah ke pihak asing, isu keamanan data menjadi sangat krusial.
“GoTo ini kan karya anak bangsa, jadi sesuatu yang harus kita pertimbangkan, jangan sampai diakuisisi Grab yang notabene dari asing. Ini adalah teknologi yang menggunakan data, rangkaiannya jadi banyak. Jika yang menguasai jadi asing maka jadi penting terkait keamanan data,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Piter menilai baik GoTo maupun Grab memiliki ekosistem bisnis digital yang serupa, sehingga potensi merger lebih didorong oleh ambisi menguasai pangsa pasar.
Dia khawatir merger malah akan membawa dampak yang buruk bagi dunia usaha dalam negeri. Piter menyatakan, dari 4 pemain besar di industri ini, 3 di antaranya adalah pemain asing dan hanya satu sebagai pemain lokal.
“Dari empat pemain besar itu, satu kita anggap sebagai pemain lokal, tiga itu asing. Dan asing ini dia menguasai pasar global. Yang lokal ini baru nyoba nyeberang, itupun balik lagi. Ini harus diperhatikan benar. Jadi kalo kita bicara tentang pasar, ada kecenderungan (pemain asing ini) untuk menguasai pasar dengan berbagai cara. Dan di sini pemerintah harus menjaga posisinya sebagai wasit," terang Piter.
ADVERTISEMENT

Konsumen Paling Dirugikan

Sedangkan, Pengamat ekonomi digital dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai jika merger dilakukan yang paling dirugikan adalah konsumen.
Nailul mempertanyakan motif dilakukannya aksi korporasi ini karena tidak ada kebutuhan untuk melakukan penggabungan usaha.
"Kalau merger kan selalu ada kebutuhan ya. Kebutuhannya apa sih. Dulu dua unicorn kita merger karena mau menambah valuasinya. Nah ini yang kita lihat motifnya apa? Kalau merger bagaimana," ujar Nailul, Jumat (9/5).