Melihat Pembangkit Listrik Panas Bumi Pertama di Indonesia Berusia 38 Tahun

15 Maret 2020 11:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLTP Kamojang di Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
PLTP Kamojang di Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengalaman dijajah Belanda selama ratusan tahun tak hanya meninggalkan luka bagi warga Indonesia. Kuasa mereka yang dimulai sekitar 1800-an di Indonesia ternyata menjadi awal mula penemuan sumber energi panas bumi yang kemudian dimanfaatkan jadi listrik hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Sumber panas bumi tersebut terletak di Kamojang, Gunung Gajah yang merupakan gugusan Gunung Guntur, Kecamatan Ibun, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang pertama kali ditemukan Belanda pada 1918. Potensinya setara 300 Mega Watt (MW) yang menjadi cikal bakal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.
Setelah itu, pada 1926-1928 dilakukan pengeboran 5 buah sumur oleh “Netherland East Indies Vulcanological Survey”. Kala itu, satu sumur masih mengeluarkan uap hingga sekarang. Kedalaman 60 m, suhu 140 C, tekanan 3.5 - 4 bar. Pada 1971, kerja sama penyelidikan ilmiah antara Pemerintah RI dengan Selandia Baru yang dilanjutkan pada 1972 pengeboran sumur eksplorasi, kerja sama dengan Geothermal Energy New Zealand Ltd. (GENZL).
"Eksplorasi sejak jaman Belanda. Baru dikembangkan tahun 80-an oleh Pertamina Geothermal Energy. Dari situ jadi pembangkit listrik oleh PT PLN (Persero) dan PT Indonesia Power," kata Direktur Operasi I Indonesia Power, Hanafi Nur Rifa'i di PLTP Kamojang, Garut, Sabtu (14/3).
Suasana di ruang kontrol PLTP Kamojang di Garut, Jawa Barat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Setelah berhasil produksi dan Unit 1 dioperasikan pada 22 Oktober 1982, pada 7 Februari 1983 Presiden Soeharto meresmikannya sebagai PLTP pertama di Indonesia. Kapasitas listriknya 33 MW. Setelah itu, pengembangan unit terus dilakukan, termasuk memperbesar kapasitas listriknya.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, di PLTP Kamojang ada tiga unit pembangkit yang beroperasi. Unit kedua pertama kali beroperasi pada 29 Juli 1987 dan unit ketiga pada 13 September 1987, masing-masing kapasitasnya 55 MW. Kini, produksi listriknya mencapai 2,4 giga watt hour per tahun.
"Total kapasitasnya di Kamojang sekitar 140 MW," kata Ahli Madya Panas Bumi PLTP Kamojang Danu Sito Purnomo.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat, Sabtu (14/3/2020). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Secara teknis, PLTP ini memproduksi listrik dari uap panas bumi yang dieksploitasi oleh Pertamina Geothermal Energy. Jadi, Indonesia Power sebagai anak usaha PLN hanya membeli uap itu lalu memproduksinya di pembangkit menjadi listrik yang dialirkan ke Jawa dan Bali.
Salah satu kunci utama dari PLTP adalah kelestarian hutan yang menjadi tempat pengerukan sumber panas buminya. Sumber panas bumi bisa terus dikeruk jika air di sekitar hutan terjaga sebab berkaitan dengan produksi. Karena itu, berbeda dengan sumber energi fosil yang semakin dikeruk semakin habis, pengeboran energi panas bumi ini harus seimbang dengan keberlangsungan hutan dan gunungnya.
ADVERTISEMENT
"Secara sistem, ada sumber panas, air atau fluidanya. Lalu ada recharge agar fluida tak habis yaitu dengan adanya sungai dan hutan. Jadi kalau hutan gundul, sumbernya enggak bisa (diambil). Makanya kita perlu jaga kelestarian hutan," jelasnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat, Sabtu (14/3/2020). Foto: Ema Fitriyani/kumparan

Pemeliharaan Rutin Tiap 24 Ribu Jam

Tahun depan, usia PLTP Kamojang memasuki kepala empat. Pemeliharaan mesin pembangkit dan pipa-pipa besar yang menjadi ciri khas PLTP menjadi kunci utama 'pabrik listrik' ramah lingkungan ini tetap beroperasi dan menjaga keandalannya hingga detik ini dari ketinggian 1.500 di bawah permukaan laut (dpl).
Danu mengatakan, pemeliharaan dilakukan setiap 24 ribu jam sekali atau setara 3 tahun. Jadi jika dalam waktu 24 ribu jam pembangkit di salah satu unit sudah bekerja, maka harus dihentikan sementara untuk pengecekan.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu kita pelihara, bersihkan turbin dan mesinnya. Lama pemeliharaan 25 hari. Jadi kita ada life cycle management untuk pelihara ini semua," ujarnya.
Agar produksi dan aliran listrik tak terganggu, pemeliharaan selama 25 hari itu dilakukan pada satu unit bergantian. Jadi, dua unit lainnya masih tetap beroperasi.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Gunung Guntur, Garut, Jawa Barat, Sabtu (14/3/2020). Foto: Ema Fitriyani/kumparan

Kamojang POMU Punya 7 Unit Pembangkit 375 MW

Indonesia Power yang bergerak di bidang operasi dan pemeliharaan pembangkit tak hanya memiliki memiliki PLTP Kamojang di Garut saja. Produksi listrik dari energi panas bumi terus dilebarkan ke daerah Bandung, Bogor, hingga Ulumbu.
Saat ini Indonesia Power memiliki Unit Pembangkit EBT yang berada di Kabupaten Bandung, yaitu yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Power Generation O&M Services Unit (POMU).
Suasana di ruang kontrol PLTP Kamojang di Garut, Jawa Barat. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Kamojang POMU mengelola total 7 unit pembangkit yang berkapasitas 375 MW yang terbagi di 3 sub unit yaitu, PLTP Kamojang sendiri dengan 3 unit pembangkit dengan kapasitas sebesar 140 MW, PLTP Darajat yang berada di Kabupaten Garut dengan 1 unit sebesar 55 MW dan PLTP Gunung Salak yang berada di Kabupaten Bogor sebesar 180 MW dengan 3 unit pembangkit.
ADVERTISEMENT
Selain itu ketiga sub unit tersebut, Indonesia Power Kamojang POMU juga mengelola PLTP Ulumbu yang terletak di Nusa Tenggara Timur sebesar 10 MW.
Indonesia Power mempunyai berbagai macam tipe dan jenis pembangkit yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari berbahan bakar fosil hingga EBT. Total daya terpasang saat ini 16.376,6 MW dan untuk kapasitas pembangkit EBT saat ini mencapai 9,4 persen dari total daya terpasang yaitu sebesar 1.541,6 MW.
PLTP Pertama di Indonesia ini berkomitmen untuk tidak mengesampingkan aspek pencapaian kinerjanya. Terbukti hingga Juli 2019, Kamojang POMU telah menunjukkan kinerja baik dengan dibuktikannya pencapaian EAF (Equivalent Availability Factor) dan EFOR (Equivalent Force Outage Rate) sampai dengan Juli 2019 berada di angka 96,44 dan 0,68.
ADVERTISEMENT