Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Membandingkan Data PHK saat Corona dengan Krisis 1998, Mana yang Lebih Buruk?
21 April 2020 15:20 WIB

ADVERTISEMENT
Pandemi corona mengguncang perekonomian Indonesia. Gelombang pemutusan hubungan kerja alias PHK pun tak terelakkan. Berdasarkan data Kemnaker 16 April 2020, ada 1,9 juta orang yang di-PHK dan dirumahkan
ADVERTISEMENT
Situasi perekonomian yang memburuk saat ini mengingatkan kita pada krisis moneter 1998. Kala itu, gelombang PHK juga terjadi secara masif. Puluhan bank ambruk, ribuan perusahaan rontok, nilai tukar rupiah yang mulanya Rp 2.700 per 4 Agustus 1997, melonjak jadi Rp 14.555 per 23 Januari 1998.
Lantas mana yang lebih buruk, gelombang PHK saat corona atau 1998?
Data PHK saat Corona
Menurut Menaker Ida Fauziyah, angka pekerja yang di-PHK dan dirumahkan per 16 April 2020 mencapai 1.943.916. Meski begitu, ia tak merinci jumlah pasti orang yang di-PHK atau dirumahkan saja.
Dalam wawancara kepada kumparan, Minggu (19/4), Ida hanya menyebut 1.500.156 pekerja berasal dari sektor formal. Sementara ada 443.760 pekerja lainnya berasal dari sektor informal.
ADVERTISEMENT
Ditilik dari data perusahaan, ada 83.546 perusahaan sektor formal dan 30.794 perusahaan sektor informal yang telah merumahkan pekerjanya.
“Kami harap teman-teman pengusaha mengaktifkan kembali dan mengajak lagi teman-teman (pekerja) yang di-PHK untuk sama-sama (bekerja kembali),” kata Ida.
Meski demikian, data yang dibeberkan Ida itu sebetulnya belum termasuk data soal pekerja yang mencairkan BPJS Ketenagakerjaan. Jika dihitung ulang, angkanya justru jauh lebih fantastis.
Berdasarkan data yang dibeberkan Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker, Bambang Satrio Lelono, jumlah pekerja yang di-PHK dan dirumahkan justru telah mencapai 2,8 juta.
Data PHK 1998
Berdasarkan laporan Menaker Theo L Sambuaga per 21 Maret 1998, krisis moneter mengakibatkan 133.459 pekerja dari 676 perusahaan di-PHK. Data itu merupakan akumulasi sejak krisis moneter terjadi selama 9 bulan terakhir.
Tepat di tahun yang sama, muncul Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998. Surat edaran itu mengatur tentang upah pekerja yang dirumahkan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, tak pernah ada data soal berapa banyak pekerja yang dirumahkan. Data soal PHK yang dibeberkan pemerintahan Soeharto itu pun kerap dipertanyakan. Itu karena, angkanya berbeda dari kalkulasi yang dilakukan setelah krisis.
Wakil Kepala Kajian APEC UI, Lepi Tarmizi, dalam laporan berjudul ‘Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran’ (1999), misalnya, mencatat bahwa ada perbedaan data soal dampak krisis. Laporan tersebut diunggah di situs Bank Indonesia (BI).
Lepi mencatat, jumlah pengangguran sebelum krisis ada di angka 3 atau 4 juta jiwa. Namun pada tahun 1998, jumlah pengangguran diprediksi membengkak menjadi 13,8 juta orang. Artinya, ada sekitar 9,8 juta orang pengangguran baru yang tercipta pada tahun 1998.
ADVERTISEMENT
PHK Corona vs Krisis 1998
Merujuk Surat Edaran Menaker No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal, merumahkan karyawan disebut sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan sebelum pemutusan hubungan kerja.
Di atas kertas, surat edaran itu mengatur bahwa perusahaan harus menggaji karyawannya secara penuh. Meski begitu, ada klausul tentang besaran upah yang bisa dirundingkan antara perusahaan dan pekerja.
Berdasarkan laporan yang diterima kumparan, kenyataan di lapangan bisa jauh panggang dari api. Ada perusahaan yang justru tidak menggaji karyawannya sama sekali. Situasi ini lebih buruk ketimbang status PHK yang jelas menerima pesangon.
Di AS, konsep dirumahkan dan PHK itu sendiri bersifat kabur. Departemen tenaga kerja AS mencatat jumlah pengangguran berdasarkan mereka yang mengklaim jaminan tunjangan (seperti BPJS Ketenagakerjaan) secara agregat. Mereka yang di-PHK permanen dan di-PHK sementara dianggap sama-sama pengangguran.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kita dapat mengasumsikan bahwa pengangguran (agregat) akibat corona di Indonesia ada di angka 1,9 juta atau 2,8 juta. Sementara itu, pengangguran akibat krisis 1998 ada di angka 133 ribu atau 9,8 juta.
Bila menggunakan acuan data PHK krisis 1998 dari Soeharto, angka pengangguran akibat corona jelas lebih tinggi. Namun bila menggunakan acuan data PHK dari APEC UI, misalnya, pengangguran saat krisis 1998 masih jauh lebih buruk dari saat ini.
Meski demikian, lembaga riset ekonomi CORE Indonesia memperkirakan, peningkatan jumlah pengangguran terbuka pada triwulan II 2020 berpotensi mengalami penambahan hingga 9,35 juta orang dengan skenario berat
Perhitungan penambahan jumlah pengangguran terbuka itu didasarkan pada beberapa asumsi. Mulai dari asumsi semakin memburuknya situasi pandemi di bulan Mei, hingga gambaran bahwa lapangan usaha mengalami dampak paling parah.
ADVERTISEMENT
====
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.