Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Abdul Manan pernah merasakan bagaimana sulitnya saat terjerat pinjaman online atau pinjol . Pinjol memang membantunya mendapatkan dana secara cepat. Namun, apabila terlambat sedikit saja dalam mengembalikan dana, maka kemudahan itu berubah menjadi petaka.
ADVERTISEMENT
Manan menilai bunga yang tinggi hingga penagihan yang tidak sesuai prosedur bisa membuat para peminjam di pinjol, apalagi pinjol ilegal , kehidupannya tidak tenang.
“Pengalaman saya selama menggunakan Pinjol, kalau misalkan kita bayarnya sesuai dengan temponya, itu bunganya dia tidak menyiksa. Tapi ketika kita ada telat satu saja, ada telat satu bulan, dia bunganya menyiksa,” cerita Manan kepada kumparan, Kamis (9/1).
Manan tidak mau masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah yang meminjam di pinjol malah kesulitannya bertambah. Untuk itu, pria berusia 31 tahun tersebut menilai harus ada upaya untuk mengubah citra pinjol menjadi lebih baik.
“Karena dia tidak berubah sistemnya, bunganya, bahkan tata cara penagihannya pun sama saja. Yang berubah itu kan hanya nama, bukan sistem dari Pinjol itu sendiri,” kata Manan.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Manan, pengguna pinjol lainnya, Heriyadi, menganggap saat ini citra pinjol sudah buruk dengan adanya pinjol ilegal atau yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK ).
Sebelum meminjam dana, Heriyadi mengaku selalu memastikan dulu legal atau tidaknya platform yang digunakan agar tidak bermasalah di kemudian hari. Ia mendapatkan cerita kalau pinjol ilegal penagihannya tidak sesuai aturan.
“Penagihan galak. Kalau (sesuai) pemerintah nih, enggak kayak gitu. Regulasi mereka enggak kayak gitu dong harusnya, kecuali dia ilegal atau bodong kan,” tutur Heriyadi.
Upaya Ubah Citra dari Pinjol Menjadi Pindar
Citra buruk pinjol sudah sampai ke telinga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terbaru, otoritas berupaya memperbaikinya dengan mengubah penyebutan pinjol menjadi pinjaman daring atau pindar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, OJK juga membuat ketentuan peminjam minimal berusia 18 tahun dengan pendapatan sedikitnya Rp 3 juta. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (SEOJK 19/2023).
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya, Agusman, berharap Pinjol yang merupakan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) terus memiliki citra positif di masyarakat, termasuk dalam implementasi penguatan tata kelola yang baik dan penguatan manajemen risiko penyelenggara LPBBTI.
“Rebranding nama menjadi pindar merupakan langkah strategis untuk meningkatkan citra dan memperbaiki persepsi publik terhadap industri LPBBTI, mengingat pinjaman online (pinjol) selama ini seringkali dikaitkan dengan citra negatif, seperti praktik pinjaman yang tidak transparan dan berbunga tinggi,” kata Agusman dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (10/1).
ADVERTISEMENT
Agusman menyoroti dilahirkannya istilah pindar ini bisa menjadi pembeda antara penyelenggara pinjaman online legal dengan ilegal. Sehingga masyarakat dapat mengidentifikasi dengan mudah mana penyelenggara pinjaman online yang berizin di OJK.
“Dalam hal ini pindar adalah yang berizin oleh OJK,” ujar Agusman.
Berdasarkan data OJK, tingkat risiko kredit macet atau TWP90 pada 2021 dari Januari hingga September masih di angka 1 persen. Kemudian 3 bulan terakhir di 2021 sudah mencapai 2 persen.
Sementara pada 2022, TWP90 tercatat konsisten di angka 2 persen hingga April 2023. Baru pada Mei 2023, TWP90 tercatat mencapai 3,36 persen, Juni 3,29 persen dan Juli 3,47 persen. Setelahnya, hingga November 2024, TWP90 pada angka 2 persen yaitu 2,52 persen.
ADVERTISEMENT
Untuk melindungi masyarakat dari praktik pinjol ilegal, Agusman mengatakan saat ini OJK bersama dengan kementerian dan lembaga terkait telah membentuk satuan tugas untuk penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan (Satgas Pasti).
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 247 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“OJK (juga) telah menerbitkan POJK Nomor 14 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha yang memberikan landasan hukum bagi Satgas Pasti dalam upaya pencegahan dan penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor keuangan,” terang Agusman.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar menyambut baik diubahnya nama pinjol menjadi pindar. Menurutnya, perubahan nama itu tidak terlepas dari usulan pengusaha fintech. Tujuannya untuk membedakan yang ilegal dan berizin.
ADVERTISEMENT
“Kami (pindar) tidak bisa disamakan dengan pinjol ilegal yang tidak beretika dan tidak manusiawi. Nama pindar sudah kami sampaikan ke OJK dan tentunya OJK men-support nama pindar agar masyarakat bisa membedakan mana yg berizin dan Pinjol ilegal,” kata Entjik kepada kumparan, Kamis (9/10).
Entjik menilai perubahan nama ini bakal berdampak pada peningkatan kinerja usaha pindar. Namun, ia tidak membeberkan data peningkatan kinerja usaha pindar sebelum dan sesudah berubah istilah tersebut.
Entjik hanya menegaskan kepercayaan masyarakat terhadap fintech bakal meningkat setelah berganti nama menjadi pindar.
“Betul (ada peningkatan kinerja pindar). Saat ini kepercayaan masyarakat semakin meningkat terutama banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari Pindar,” terang Entjik.
“Kami terus menerus melakukan edukasi ke masyarakat, terutama membedakan pinjol ilegal dengan pindar agar masyarakat tidak terjebak pada praktik-praktik yang tidak manusiawi serta perlakuan yang tidak beretika dari pinjol,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Entjik, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Indonesia Aftech, Aries Setiadi, juga menilai perubahan istilah dari pinjol menjadi pindar bisa untuk membedakan antara pinjol legal dengan yang ilegal.
Selain itu, kata Aries, langkah tersebut juga memberi peluang bagi industri untuk membangun citra yang lebih baik. Menurutnya, nama baru ini sekaligus menekankan komitmen industri pindar terhadap praktik yang legal, etis, dan transparan.
“Dari sisi demand, penggunaan pindar masih tumbuh positif. Data OJK menunjukkan, outstanding pembiayaan per November 2024 tumbuh 27,32 persen secara year on year,” kata ungkap Aries.
Aries menyadari masih perlu sosialisasi masif baik dilakukan oleh asosiasi maupun regulator kepada masyarakat mengenai istilah pindar ini. Sebab, masyarakat pasti lebih familiar dengan istilah pinjol.
ADVERTISEMENT
Ubah Nama Tak Berdampak Pada Citra Pinjol?
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memandang perubahan istilah dari pinjol ke pindar tak berdampak positif pada citra platform pinjaman tersebut.
Dia melihat masyarakat familiar dengan pinjol karena berbagai pengalaman bahwa pinjol ini bermasalah dalam praktiknya. Ia menilai akar masalah dari buruknya citra pinjol adalah kredit konsumtif jangka pendek, bunga dan denda tinggi, hingga cara-cara penagihan dianggap kurang beretika.
Bhima menegaskan perubahan nama itu hanya seperti memperhalus istilah saja kalau akar masalah pinjol tidak diselesaikan.
“OJK harusnya fokus pada penyelesaian masalah ketimbang merubah istilah di masyarakat, terutama pinjaman yang menjerat masyarakat miskin, rentenir bermodus pinjaman online hingga sanksi hukum yang keras,” tegas Bhima.
ADVERTISEMENT
Terlebih, menurut Bhima, saat ini kerugian tidak hanya di sisi peminjam tapi juga lender, misalnya kasus Investree hingga Koin P2P.
“Hanya utak-atik istilah tidak akan mengubah persepsi masyarakat jika masalah masih saja terjadi,” tutur Bhima.