Menaker Sebut Produktivitas Pekerja RI Rendah, Tak Sepadan dengan Upah Minimum

28 November 2020 16:51 WIB
Sejumlah buruh beristirahat makan siang di bawah konstruksi jembatan di proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, Provinsi Riau, Selasa (30/4/2019). Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh beristirahat makan siang di bawah konstruksi jembatan di proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, Provinsi Riau, Selasa (30/4/2019). Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
ADVERTISEMENT
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut produktivitas yang dihasilkan para pekerja di Indonesia masih sangat rendah. Bahkan pertumbuhannya masih rendah dari negara lain yang berpenghasilan menengah ke bawah.
ADVERTISEMENT
“Produktivitas Indonesia masih tertinggal. Menurut data ILO, tingkat pertumbuhan output tahunan pekerja kita masih rendah bahkan di bawah rata-rata negara dengan penghasilan menengah bawah.” ujar Ida dalam webinar Kompas Talks, Sabtu (28/11).
Dia melanjutkan, produktivitas pekerja Indonesia juga masih di bawah ASEAN, termasuk Vietnam. Dalam survei yang dilakukan kepada para pelaku usaha, hasilnya menunjukkan mayoritas responden merasa bahwa nilai upah minimum yang ditetapkan di Indonesia tidak sepadan dengan produktivitas yang dihasilkan oleh pekerja.
Dalam Jetro Survei 2020, sebanyak 55 persen responden menilai upah minimum di Indonesia tidak sejalan dengan produktivitas yang dihasilkan pekerja. Dan hanya 23,7 persen responden yang berpendapat upah minimum sejalan dengan produktivitas yang dihasilkan.
Menaker Ida Fauziyah memberikan usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Penerima Bantuan Pembangunan Gedung Workshop dan Peralatan Pelatihan Vokasi Balai Latihan Kerja Komunitas Tahap I Tahun 2020 di Kantor Kemnaker, Jakarta. Foto: Kemnaker
Angka tersebut berbeda jauh dengan Filipina, di mana 74,2 persen responden menilai upah minimum di Filipina sejalan dengan output yang dihasilkan para pekerjanya. Sementara Laos, 66,7 persen responden menilai upah minimum pekerja di Laos sejalan dengan output yang dihasilkan.
ADVERTISEMENT
“Semua hal di atas adalah tantangan bagi kita dalam memanfaatkan bonus demografi,” jelasnya.
Selain dari tantangan ketenagakerjaan, Indonesia juga masih menghadapi tantangan lainnya. Salah satunya adalah iklim penciptaan lapangan kerja.
Adapun peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia saat ini berada di peringkat 73, jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia peringkat 12, hingga Vietnam di peringkat 70.
“Bahkan kalau kita lihat lebih detail lagi dalam indeks tersebut, misalnya dalam aspek mendirikan usaha, peringkat kita masih 140, jauh di bawah negara-negara pesaing kita,” kata Ida.
Untuk itu, Ida berharap pandemi ini bisa membawa dampak pada percepatan transformasi digital. Sehingga pekerjaan menjadi sangat fleksibel, baik secara waktu ataupun tempat.
ADVERTISEMENT
“Tentunya semua isu tersebut harus diakomodasi demi terciptanya ekosistem ketenagakerjaan yang harmonis, yang melindungi hak pekerja dan melindungi keberlangsungan usaha,” tambahnya.