Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Menanti Pengumuman UMP 2025, Serikat Buruh Minta Upah Naik 10 Persen
3 November 2024 7:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan, Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) bakal melonggarkan indeks tertentu atau alfa dalam formulasi UMP tahun depan. Meski begitu, Indah enggan membeberkan besaran alfa yang diusulkan oleh Depenas ke pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan, indeks tertentu dalam formulasi penetapan upah minimum atau UMP yakni sebesar 0,10-0,30.
Menurutnya, usulan penyesuaian alfa ini diusulkan Serikat Pekerja dan pengusaha. Kemudian, usulan tersebut disampaikan kedua pihak dalam rapat bersama Depenas.
Dalam usulan itu, Indah mengatakan Serikat Pekerja meminta agar nilai alfa sebesar 1. Sementara pengusaha meminta agar alfa maksimal 0,30.
“Tapi Depenas dengan prinsip kebersamaan dan kolaborasi, akhirnya kita bisa membuat rekomendasi ke pemerintah walaupun beda antara maunya pengusaha dan pekerja,” kata Indah.
ADVERTISEMENT
UU Cipta Kerja Diubah, Buruh Minta Upah Naik 10 Persen
Usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan tentang UU Cipta Kerja , buruh melalui Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) masih masih menuntut kenaikan UMP 2025 bisa naik 8-10 persen.
Meskipun terdapat 70 pasal yang diminta untuk diubah, MK hanya mengabulkan perubahan terhadap 21 pasal.
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan bahwa buruh, baik melalui KSPI maupun Partai Buruh, meminta keputusan MK tersebut berlaku otomatis sejak gugatan dikabulkan sebagai undang-undang.
"Baik Presiden, DPR RI, para menteri, teman-teman pengusaha, tunduk pada isi konstitusi yang diputuskan oleh MK yang saya sudah serahkan," tegasnya saat ditemui usai konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11).
Said mencontohkan, kebijakan yang harus mulai berlaku adalah Pasal 81 Angka 28 terkait penetapan UMP. Mulanya, indeks tertentu atau nilai alfa, yang awalnya didefinisikan sebagai variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh.
ADVERTISEMENT
Setelah diubah, pasal ini ini kemudian ditambahkan frasa dengan memerhatikan prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh.
Adapun indeks tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, dipatok dalam rentang 0,1 sampai dengan 0,3 saja. Said menegaskan, perubahan UU Cipta Kerja ini seharusnya otomatis menggugurkan PP tersebut.
"Kami mengajak Menteri Tenaga Kerja, tanpa Menko Perekonomian, Serikat Buruh dan pengusaha, berunding merumuskan formula kenaikan upah," ujar Said.
Hal ini yang membuat pihaknya, lanjut Said, tetap meminta agar formula pengupahan yang ditetapkan nantinya bisa mengakomodasi kenaikan UMP tahun 2025 bisa mencapai 8-10 persen.
"(Kami tetap meminta) 8 persen sampai 10 persen. Inflasi kan sekitar 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen. Berarti 7,6 persen. Kita udah nombok kemarin 1,3 persen, berarti kan hampir 8,9 persen. Itu logis lho," ungkap Said.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Said mengajak dialog bersama Menteri Ketenagakerjaan, juga akan bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto agar keputusan MK langsung diberlakukan, termasuk menggugurkan PP No 51 Tahun 2023.
"Kami mengajak Menteri Tenaga Kerja, tanpa Menko Perekonomian, Serikat Buruh dan pengusaha, berunding merumuskan formula kenaikan upah," ujar Said.