Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Mendag: Negara Maju Terapkan Standar Ganda dalam Perdagangan, WTO Tak Berkutik!
28 Mei 2022 11:21 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal itu dia sampaikan Lutfi dalam acara panel diskusi yang disponsori Chanel News Asia (CAN) dari Singapura bertema “The Biggest Trade Deal in the World,”.
Di depan partisipan, Mendag mengatakan bahwa Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa menjadi solusi nyata bagi perekonomian dunia yang saat ini dilanda inflasi tinggi.
Kondisi tersebut khususnya diakibatkan oleh hambatan perdagangan dunia yang disebabkan proteksionisme dan perang dagang, serta tidak berfungsinya WTO sebagaimana mestinya.
"Ketika negara-negara yang sudah maju menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik," tegas Mendag Lutfi dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/5).
Hal yang dimaksud standar ganda oleh Mendag Lutfi adalah negara-negara yang sudah maju menyalahkan dan mengganggu perdagangan bebas dunia, ketika mereka kurang diuntungkan posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu, misalnya Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Padahal, dahulu ketika posisi dagang mereka diuntungkan sehingga petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang makmur, semua negara berkembang dipaksa membuka pasar mereka.
"Harus ada kebersamaan dan kesetaraan kesempatan dalam perdagangan bebas dunia," kata Mendag Lutfi.
Pendapat Lutfi yang mengejutkan panelis lainnya, yakni menilai bahwa tingginya harga komoditas dunia saat ini adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Brasil dan Tiongkok untuk menikmati keuntungan lebih.
"Ini ekuilibrium baru dalam perdagangan komoditas pangan dunia. Jangan dirusak dengan menyalahkan salah satu negara misalnya Tiongkok karena posisi dagang yang kurang menguntungkan. Bahaya kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda,” ujarnya.
Kontra Pendapat dengan Jepang
Dalam forum tersebut terjadi perdebatan cukup tegang antara Lutfi dengan panelis lainnya, yakni CEO Suntory Holdings, salah satu produsen makanan dan minuman terbesar di dunia asal Jepang, Tak Miinami.
ADVERTISEMENT
Tak Miinami pesimistis dengan situasi perdagangan dunia saat ini, khususnya karena Tiongkok menutup pasarnya akibat kebijakan Zero-Covid yang diterapkan Presiden China Xi Jin Ping. Sehingga Tiongkok, menurutnya, perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia.
Mendag Lutfi menyayangkan pandangan tersebut, apalagi mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju.
Menurutnya, dunia harus mengakui fakta bahwa ketika Tiongkok mulai mendominasi perdagangan dunia, dampak positifnya dapat dirasakan seluruh masyarakat dunia dengan harga barang-barang yang semakin terjangkau.
"Kami di Indonesia sangat merasakan betul manfaatnya. Apalagi Tiongkok juga menjadi sumber utama transfer teknologi bagi negara-negara berkembang saat ini," tegas Lutfi.
Padahal, lanjut Lutfi, Tiongkok baru bergabung dengan WTO di tahun 2001. Tapi manfaatnya jauh lebih terasa dibandingkan empat puluh tahun lebih sejak perdagangan dunia didominasi oleh kapitalisme Barat.
ADVERTISEMENT
"Biarkan harga pangan tinggi saat ini menjadi sinyal agar petani dan peternak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia meningkatkan produksi, sehingga nantinya harga akan turun dengan sendirinya karena pasokan melimpah," tegas Lutfi.
RCEP jadi Peluang dan Katalis
Lutfi menegaskan, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dapat berpotensi memperbaiki tata niaga perdagangan dunia. Dari yang sebelumnya berbasis akumulasi dan konsentrasi kemakmuran, menuju tata niaga baru yang meratakan kemakmuran dan menciptakan kesejahteraan bersama.
RCEP sebagai perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia diikuti oleh kesepuluh negara ASEAN ditambah Australia, Selandia Baru, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. RCEP adalah kerja sama perekonomian pertama di dunia yang memiliki Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan sama-sama menjadi anggota.
“Perdagangan bebas tidak harus berdasarkan persaingan bebas. Melainkan bisa juga dicapai melalui kolaborasi yang nondiskriminatif atau inklusif. Sudah ada bukti keberhasilannya yaitu ASEAN,” tegas Mendag Lutfi.
ADVERTISEMENT
Hal itu dibuktikan oleh ASEAN yang saat ini merupakan perekonomian terbesar kelima di dunia dengan total produk domestik bruto (PDB) mencapai USD 3,3, triliun dan total populasi masyarakatnya 630 juta orang. Padahal kesepuluh negara ASEAN memiliki latar belakang, bentuk pemerintahan, bahkan sistem perekonomian yang sangat beragam.
“Lewat RCEP, kami berharap struktur dan model ASEAN yang terbukti relevan dan berhasil akan menjadi contoh yang diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia,” tegas Mendag Lutfi.