Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Mendag Tolak Naikkan Harga Eceran Gula: Konsumen yang Nanggung Beban
30 Agustus 2017 20:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
![Stok gula di pasar PSPT (Foto: Rivi Satrianegara/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1482563342/gpbvytrhax07bg7v5g6v.jpg)
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditi gula di pasaran sebesar Rp 12.500/kg. Namun penetapan HET gula sebesar Rp 12.500/kg dikritik oleh petani tebu karena tidak memberikan keuntungan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, petani tebu menuntut agar pemerintah menaikkan HET menjadi Rp 14.000/kg. Usulan ini kemudian ditolak mentah-mentah oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Enggar menegaskan tidak ada ruang lagi bagi kenaikan HET gula karena marjin antara biaya produksi (BPP) gula di pabrik dengan harga di pasar terlalu tinggi.
"Saya bilang tidak mungkin saya naikkan. Karena margin itu saja sudah besar. Harusnya diturunkan iya, " ujar Enggar saat ditemui di Plaza Indonesia, Rabu (30/8).
Enggar menjelaskan, biaya produksi pada pabrik gula swasta yang memiliki lahan tebu sendiri hanya sebesar Rp 6.000/kg. Artinya, harga gula di tangan konsumen mencapai dua kali lipat dari biaya produksi.
![Enggartiasto Lukita (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1501497228/lx6tgexbkdeqvdyvwmgw.jpg)
Sedangkan, biaya produksi maksimal bagi pabrik gula yang membeli tebu putus dari tangan petani sebesar Rp 8.500/kg. Selain itu, Enggar menjelaskan pabrik gula yang mengelola gula mentah biaya produksinya Rp 8.000/kg.
ADVERTISEMENT
Sehingga menurut Enggar, hal yang perlu dibenahi adalah efisiensi dari pabrik gula, baik pabrik gula milik swasta maupun pabrik gula BUMN. Menurutnya, jika pabrik gula makin efisien, maka dapat menekan biaya produksi. Sehingga harga gula tidak membebani rakyat.
"Kalau itu dinaikkan, rakyat yang harus nanggung beban. Akibat ketidakefisienan dari kelompok perusahaan itu. Apakah adil 258 juta rakyat Indonesia harus menanggung ketidakefisienan pabrik gula untuk itu. Enggak adil kan," tegas Enggar.
Sebelumnya, petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) kembali mempertanyakan kebijakan HET gula dalam unjuk rasa Senin (28/8) di depan kantor Kementerian Perdagangan. Menurut mereka, saat ini harga pasaran gula terbilang rendah sehingga membuat petani merugi, karena harga pokok produksi gula berkisar Rp 10.600/kg.
ADVERTISEMENT