Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
Harga saham emiten yang bergerak di industri perikanan PT Prima Cakrawala Abadi (PCAE) turun drastis sehingga membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) harus menghentikan sementara perdagangannya.
ADVERTISEMENT
Harga saham PCAR tercatat sempat menyentuh di harga tertingginya sepanjang masa yaitu Rp 5.350 pada akhir Desember 2018. Namun, setelah itu, harga saham terjun bebas hingga berada di posisi Rp 1.100 pada akhir Desember 2019. Ini artinya, harga saham turun 79,4 persen dalam kurun waktu satu tahun.
Penurunan harga saham pun masih berlanjut hingga Januari 2020 ini. BEI terpaksa menghentikan sementara perdagangan sahamnya atau disuspensi pada 8 Januari lalu ketika saham PCAR menyentuh Rp 440. Bursa sempat mencabut suspensi, namun penurunan harga saham kembali terjadi. Suspensi pun dikenakan kembali. Harga terakhir saham PCAR Rp 338.
PCAR kemudian dihubung-hubungkan dengan kasus ASABRI yang diketahui melakukan penempatan dana investasi di saham-saham berisiko tinggi dan tidak likuid. Dalam beberapa hari terakhir, PCAR juga disebut-sebut dalam daftar saham gorengan milik perusahaan asuransi tersebut. Di PCAR, per Desember 2019, ASABRI memiliki 293.285.543 saham atau sekitar 25,14 persen.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PCAR Raditya Wardhana mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu menahu soal kasus Asabri. Pun soal harga saham yang sempat naik drastis lantas terkapar, Raditya mengaku tak tahu menahu mengenai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kami juga kurang paham terkait dengan fluktuasi harga saham kami sehingga menyebabkan adanya suspend saham PCAR. Dan terkait dengan Asabri pun itu kayaknya juga terjadi di market dan kita enggak terlalu paham pergerakan di pasar modal itu sendiri,” ungkap Raditya saat Public Expose Insidentil di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (15/1).
Cakrawala Abadi Tbk (PCAR) didirikan pada tanggal 29 Januari 2014. Perseroan berkantor pusat di Ngaliyan, Semarang. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PCAR adalah bergerak dalam bidang perindustrian, perdagangan dan jasa.
Saat ini kegiatan utama PCAR adalah pengolahan distribusi hasil perikanan (rajungan/kepiting biru), industri pengolahan hasil perikanan (cold storage), serta usaha dalam bidang perdagangan pada umumnya. Sebesar 90 persen lebih produknya memang untuk diekspor.
ADVERTISEMENT
Pangsa pasar utama perseroan adalah Amerika Serikat dengan lokasi yang tersebar di beberapa negara yaitu Florida dan Baltimore. Perseroan saat ini hanya memiliki satu pabrik yang berlokasi di Makassar.
Hal ini karena wilayah tempat pabrik yang ada di Semarang terganjal perizinan. Tempat pabrik tersebut berdiri mengalami alih fungsi dari yang awalnya untuk industri menjadi untuk perumahan.
Sedangkan pabrik di Indramayu karena banyaknya retur sehingga harus dibenahi dulu agar tidak menjadi beban tambahan bagi perusahaan. Terkait retur, Raditya menjelaskan ada dua kemungkinan hal ini terjadi. Pertama, bahan baku yang tidak sesuai dari standar pabrik yang masuk ke dalam line produksi di 2018.
Kedua, adanya human error di bagian produksi pada 2018 mengingat perusahaan ini adalah industri padat karya. Kini perseroan hanya memfokuskan produksi pada pabrik yang berlokasi di Makassar.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, perusahaan akan lebih fokus pada produksi di pabrik Makassar saja di sepanjang tahun ini," jelasnya.
Dengan demikian volume produksi pun menjadi merosot. Per Desember 2018 perseroan mencatatkan volume penjualan ekspor mencapai 415.249 kg atau setara 914.646 kaleng senilai Rp 178,6 miliar. Sedangkan per Desember 2019 perseroan mencatatkan volume penjualan ekspor sebanyak 200.757 kg atau setara 442.198 kaleng, hanya senilai Rp 66 miliar.
“Setelah habis Lebaran semua volume menurun. Penurunan itu karena kita cuman produksi di Makassar. Yang di Jawa tutup,” ujarnya.
Selain karena faktor pabrik, penurunan produksi juga terjadi karena sulitnya mendapatkan bahan baku. Adanya kemarau panjang dan gempa membuat banyak mitra nelayan tidak berani melaut. Sedangkan rajungan yang besar berada di tengah laut. Oleh karena itu volume bahan baku menjadi kurang. Tidak tersedianya bahan baku membuat perseroan harus menolak beberapa pesanan.
ADVERTISEMENT
Per September 2019, PT Prima Cakrawala Abadi (PCAR) membukukan rugi usaha sebesar Rp 3,6 miliar. Rugi tersebut menurun 44 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018 yang tercatat sebesar Rp 6,5 miliar.
Perseroan mengaku berkomitmen untuk menyehatkan kembali keuangan dan volume produksi dengan menyasar pangsa pasar baru dan mendiversifikasi produk. “Kami menyasar ke Thailand dan akan mencoba produk baru yaitu cumi,” tutup Raditya.