Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
BUMN bidang pertanian, PT Sang Hyang Seri (Persero) atau SHS dikabarkan telah menunggak pembayaran gaji pegawainya sejak Juli 2019 lalu. Sayangnya Direktur Utama SHS, Wawan Gunarso, tak merespons konfirmasi kumparan soal masalah ini.
ADVERTISEMENT
Dari petugas yang menjaga gedung kantor pusat SHS di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, didapat penjelasan bahwa para karyawan dipindahkan ke kantor di Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
"Udah kosong semua (kantor pusat SHS). Udah tutup sejak 24 Juli 2019," kata Arafiq yang mengaku pernah bekerja di bagian umum PT SHS sebagai kurir, saat dijumpai kumparan, Senin (20/1).
Cikal bakal PT Sang Hyang Seri (Persero) berasal dari perusahaan perkebunan milik Inggris, yakni ‘Pamanukan & Tjiasem Land’ (P&T Land). Perusahaan yang berdiri sejak 1924 itu, memiliki lahan seluas 3.150 hektare (ha) di Kecamatan Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Lahan itulah yang kini menjadi areal persawahan untuk laboratorium pengembangan benih PT SHS, di bawah Kantor Regional I PT SHS.
ADVERTISEMENT
'Merugi' Sebelum Berdiri
Sebelum menjadi Sang Hyang Seri, aset lahan P&T Land itu dinasionalisasi dan dikelola Yayasan Pembangunan Djawa Barat (YPDB) sampai tahun 1964. Selanjutnya, dalam tahun 1964-1966 pengelolaan perkebunan itu dialihkan kepada Perusahaan Tapioka dan Rosela, Sukamandi Djaya.
Mengutip penjelasan dari situs resmi Kementerian BUMN, usaha tapioka dan rosela dihentikan sejak tahun 1966, karena perusahaan merugi terus. Lahan kemudian diserahkan ke Departemen Pertanian.
Sang Hyang Seri sendiri baru resmi berdiri pada 1971, sebagai Perusahaan Umum (Perum). Bisnis utamanya adalah produksi benih padi bersertifikat, untuk mendukung program pemerintah saat itu dalam mewujudkan swasembada beras nasional.
Baru pada 1995, status perusahaan berubah menjadi Persero (PT). Bisnisnya pun berkembang tak hanya pengembangan benih padi, tapi juga kedelai dan jagung.
ADVERTISEMENT
Peran dan kiprah SHS pernah menonjol di masa pemerintahan Orde Baru, sebagai penghasil benih padi unggul. Pengembangan produksi beras melalui program Bimas dan Inmas, melibatkan SHS sebagai penyedia benih.
Manajemen perusahaan juga pernah dibelit kasus hukum. Mantan Direktur Utama SHS periode 2012-2013, Saiful Bahri, diproses hukum atas sangkaan korupsi dengan kerugian negara Rp 65 miliar.
Dana yang disangkakan dikorupsi itu, merupakan kredit modal kerja untuk pengembangan bisnis perusahaan. Selain Saiful Bahri, dua mantan pejabat lainnya level kepala divisi dan kepala bagian di SHS, juga menjadi tersangka di kasus yang sama.