Mengenal Saham 'Gorengan' yang Disinggung Jokowi

7 Januari 2020 11:53 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pergerakan saham.
 Foto: Antarafoto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pergerakan saham. Foto: Antarafoto
ADVERTISEMENT
Pada momen pembukaan perdagangan saham 2020, istilah saham gorengan sempat santer dibicarakan. Hal itu, tak terlepas dari sentilan Presiden Joko Widodo agar bursa Indonesia bersih dari saham gorengan.
ADVERTISEMENT
Jokowi berpesan pada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghentikan saham gorengan. Sebab, hal tersebut termasuk dalam praktik manipulatif perdagangan saham yang harus diberantas bersih.
"Jangan sampai (harga saham) dari Rp 100 digoreng-goreng jadi Rp 1.000, digoreng jadi Rp 4.000. Praktik gorengan saham yang menimbulkan korban, tidak ada lagi," ujar Jokowi di Main Hall BEI, Jakarta, Kamis (2/1).
Namun, apa sebetulnya yang dimaksud saham gorengan?
Analis Bina Artha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menuturkan saham gorengan bisa diartikan sebagai saham perusahaan yang kenaikannya di luar kebiasaan. Likuiditas (keaktifan diperdagangkan) saham itu bergerak tak terduga dan tiba-tiba.
"Saham tersebut ketika sebelumnya tidak terjadi likuid, kemudian terjadi likuidasi yang begitu tinggi, itu memang patut dicurigai sebagai saham gorengan," ujar Nafan kepada kumparan, Selasa (7/1).
ADVERTISEMENT
Nafan pun menjelaskan, karakteristik saham gorengan itu biasanya masuk ke dalam daftar unusual market activity (UMA).
Saham yang tergolong dalam UMA, biasanya akan disemprit BEI karena kenaikannya terlalu ekstrem selama lebih dari dua hari. Pengertian ekstrem ini apabila kenaikan saham mencapai batas terbesar harian (auto reject).
Padahal, kata Nafan, saham tersebut tidak menunjukkan rekam kinerja yang positif. Sehingga, ada ketimpangan signifikan antara kenaikan dan kinerjanya.
"Biasanya didorong oleh akan dipantau oleh bursa efek sebagai dalam kategori UMA, yaitu ketika pergerakan saham tersebut mengalami kenaikan tetapi tidak menggambarkan kinerja fundamental yang positif," terang dia.