Menghitung JHT dan JKP yang Akan Diterima Peserta BPJamsostek, Mana Lebih Besar?

12 Februari 2022 16:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek. Foto: Dok. BPJamsostek
zoom-in-whitePerbesar
BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek. Foto: Dok. BPJamsostek
ADVERTISEMENT
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan aturan baru, yakni pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan pada saat peserta BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek yang berhenti bekerja atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah berusia 56 tahun.
ADVERTISEMENT
Aturan tersebut tertuang dalam Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, berlaku tiga bulan sejak diundangkan atau mulai 4 Mei 2022.
Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari, mengatakan saat ini BPJamsostek sudah mempunyai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. Sehingga, kata dia, pemberian manfaat JHT bisa digeser ke JKP.
“Keluhan teman-teman soal kenapa JHT gak bisa langsung diambil setelah PHK bisa dipahami. Namun faktanya sekarang kita punya program baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. Dulu JKP gak ada, maka wajar jika dulu teman-teman terPHK berharap sekali pada pencairan JHT,” tulis Dita pada akun Twitter pribadinya, Sabtu (12/2).
ADVERTISEMENT
Lantas, berapa besaran JHT dan JKP yang diterima peserta?
Besaran JHT
Berdasarkan keterangan di laman bpjsketenagakerjaan.go.id, disebutkan besaran iuran program JHT khusus untuk penerima upah adalah 5,7 persen dari upah. Iuran tersebut dibagi sebesar 2 persen dari pekerja dan 3,7 persen dari pemberi kerja. Ada denda 2 persen setiap bulan kalau terjadi keterlambatan dari iuran yang dibayarkan.
Manfaat JHT berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara sekaligus apabila peserta mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, dan cacat total tetap.
Hasil pengembangan JHT paling sedikit sebesar rata-rata bunga deposito counter rate bank pemerintah.
Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan yaitu diambil maksimal 10 persen dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun. Selain itu diambil maksimal 30 persen dari total saldo untuk uang perumahan. Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi peserta.
ADVERTISEMENT
Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan memilih untuk menunda pembayaran JHT, maka JHT dibayarkan saat yang bersangkutan berhenti bekerja. BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 kali dalam setahun.
Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat JHT sebagai berikut: Janda atau duda, Anak, Orang tua, cucu, Saudara Kandung, Mertua, dan Pihak yang ditunjuk dalam wasiat.
Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat, maka JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan. Sementara itu, jika terjadi JHT kurang bayar akibat pelaporan upah yang tidak sesuai, menjadi tanggungjawab perusahaan.
Simulasi
Andi seorang pekerja di perusahaan A, dengan gaji/upah per bulan Rp 5 juta. Perusahaan A tak pernah telat membayar iuran ke BPJamsostek. Namun karena pandemi, Andi kemudian terkena PHK setelah sepuluh tahun bekerja.
ADVERTISEMENT
Untuk menghitung JHT yang diterima, harus terlebih dulu mengetahui jumlah iuran per bulan yang dibayarkan perusahaan untuk Andi, yakni 5,7 persen x Rp 5 juta = Rp 285.000 per bulan atau Rp 3.420.000 dalam setahun.
Selanjutnya, iuran per tahun itu ditambahkan saldo akhir tahun sebelumnya yang kemudian dikalikan dengan bunga pengembangan saldo JHT. Adapun pengembangan bunga tersebut berfluktuasi, sesuai suku bunga BI dan selalu di atas rata-rata bunga deposito bank. Pada 2022, rata-rata bunga pengembangan saldo JHT sebesar 5 persen.
Untuk lebih jelsnya, berikut simulasi perhitungan JHT yang diterima Andi dengan gaji Rp 5 juta per bulan setelah sepuluh tahun bekerja di perusahaan A:
Simulasi perhitungan JHT. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Sehingga JHT yang diterima Andi adalah sekitar Rp 45,16 juta. Ini diperoleh dengan catatan bunga per tahun 5 persen.
ADVERTISEMENT
Besaran JKP
JKP diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Di pasal 11 dijelaskan kalau iuran program JKP wajib dibayarkan setiap bulan. Besaran iurannya sebesar 0,46 persen dari upah sebulan.
Iuran 0,46 persen tersebut bersumber dari iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat sebesar 0,22 persen dan sumber pendanaan JKP yang merupakan rekomposisi dari iuran JKK sebesar 0,14 persen dan JKM 0,10 persen.
Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran 0,46 persen itu merupakan upah terakhir pekerja yang dilaporkan oleh pengusaha ke BPJamsostek dan tidak melebihi batas upah. Batas upah yang dimaksud untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp 5 juta. Apabila upah melebihi batas atas upah maka upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran sebesar batas atas upah.
ADVERTISEMENT
Di pasal 18 dijelaskan manfaat yang diterima peserta dalam program JKP ini adalah uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Di pasar 21 disebutkan manfaat uang tunai diberikan setiap bulan paling banyak 6 bulan upah. Ketentuannya adalah sebesar 45 persen dari upah untuk 3 bulan pertama, dan sebesar 25 persen dari upah untuk 3 bulan berikutnya.
Namun, ketentuan batas atas gaji dalam program JKP ini maksimal Rp 5 juta. Artinya, jika ada pekerja yang terkena PHK dan upahnya di atas Rp 5 juta, maka pekerja tersebut mengikuti formula penghitungan dari gaji maksimal dalam program ini.
Simulasi
Simulasi yang kumparan gunakan masih sama seperti JHT.
Dalam tiga bulan pertama, Andi akan mendapat JKP 45 persen dari gaji terakhir yang diterimanya sebesar Rp 5 juta. Sehingga 45 persen x Rp 5.000.000 = Rp 2.250.000 atau Rp 2,25 juta per bulan.
ADVERTISEMENT
Di bulan keempat hingga keenam, Andi akan menerima JKP sebesar 25 persen, yakni 25 persen x Rp 5.000.000 = Rp 1.250.000 atau Rp 1,25 juta per bulan.