Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mendekati hari Lebaran , pemandangan berbeda tampak di Jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta. Jasa penukaran uang receh dadakan berderet di sepanjang jalan tersebut. Mereka tidak segan memamerkan uang pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, dan Rp 20.000 yang tertata rapi di sebuah wadah berbentuk kotak.
ADVERTISEMENT
Minggu (26/5) atau 10 hari sebelum Lebaran, Budiman tampak duduk sembari melihat lalu lalang jalanan sore ini. Pria yang sehari-hari bekerja serabutan dari proyek bangunan hingga tukang becak ini mengaku tiga tahun terakhir menekuni profesi jasa penukaran uang. Profesi ini dia jalani hanya saat musim Lebaran tiba.
“Saya sudah tiga tahun ini (jadi jasa penukaran uang). Tidak pasti (pekerjaan) saya serabutan kadang proyek, kadang becak,” kata Budiman saat bercerita kepada kumparan.
Hari ini, Budiman tak terlalu sibuk. Pasalnya, kata Budiman masyarakat baru sadar memerlukan uang pecahan kecil nyaris beberapa hari sebelum Lebaran .
“Sekarang belum terlihat. Kalau hari-hari seperti ini paling banyak Rp 1 juta (yang ditukar),” kata dia.
ADVERTISEMENT
Dia berprinsip tak mematok harga khusus dalam penukaran uang receh ini, prinsipnya jasa. Pecahan Rp 5.000 sejumlah Rp 100.000 misalnya, tetap ditukar dengan nilai yang sama. Hanya nanti masyarakat memberi seikhlasnya sebagai imbalan jasa bagi Budiman. Kadang Rp 5.000, kadang Rp 10.000.
“Pecahan Rp 5.000 paling banyak dicari. Ini (uang pecahan lima ribuan) isi per Rp 100.000. Itu terserah peminat kadang mau ngasih jasa berapa. Terserah mereka. Ada yang ngasih Rp 110.000 kadang Rp 105.000 tidak mematok tidak ada kata patokan,” ujarnya.
Di balik upah seikhlasnya itu, Budiman harus antre untuk menukar uang pecahan tersebut di bank. Setelah itu baru dia mengemasi untuk kemudian ditawarkan pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Kita menukar (uang) itu saya ke bank cuma kadang dapat seribuan sepaket sebendel. Jauh-jauh hari itu. Kalau penukaran ada ya. Nukar uang baru kalau belum puasa seminggu belum ada penukaran di bank-bank. Baru bulan-bulan ini. Ya tetap antre nomor di mana-mana sama,” katanya.
Banyak orang yang memutuskan menukar uang pecahan di jasa daripada di bank dengan banyak alasan. Budiman mencontohkan, beberapa hari ini seorang perempuan menukarkan pecahan receh hingga Rp 700.000. Perempuan tersebut beralasan tak sempat jika harus mengantre di bank.
“Kalau ada waktu pada ke bank. Tapi ada mbak-mbak datang ke sini tak tanya nggak di bank katanya rugi waktu, rugi kerjaan. Dia nomornya antrean 67 nunggu setengah hari jadi cari ke sini,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Ditanya soal untung yang diperoleh, Budiman malu-malu. Dia hanya mengatakan untung tergantung modal dan apa yang dijalaninya ini cukup untuk tambahan Lebaran.
“Ya penghasilan tergantung modal. Saya cuma modal Rp 10 juta. Kemudian kelancaran penukar. Kalau Rp 10 juta (keuntungan) 5 persen paling berapa. Alhamdulillah dari pada (kerja) proyek terus becak, puasa lancar usaha jalan,” ujarnya.
Berbeda dengan Budiman, Rohmah jasa penukar uang receh lainnya mematok angka khusus. Rohmah yang membuka jasa tak jauh dari Titik Nol Km Yogya itu mengaku mendapat uang receh dari calo. Pecahan Rp 5.000 dan Rp 10.000 tetap jadi favorit masyarakat.
“Ya saya ini ngambil dari calo udah 10 persen. Saya bilang (bilangnya ke penukar) 10 persen, nanti mau (kasih) berapa. Misalnya Rp 100.000 pecahan Rp 5.000 ditukar Rp 110.000,” timpalnya.
ADVERTISEMENT
Rohmah yang sehari-hari berjualan figura itu mengaku telah lima tahun menekuni profesi ini. Soal untung, Rohmah jauh lebih blak-blakan dibanding Budiman. Meski mengaku harus terpotong makan dan keperluan lain dia masih untung Rp 2 juta.
“Ya lumayan bisa untuk makan. Selama sebulan ya kan untuk makan untuk itu paling lebih-lebihnya nanti Rp 2 juta,” tutupnya.