Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Tepat pukul 10.30 WIB, seorang pria bertubuh tegap datang ke kantor kumparan. Ia datang sendiri tanpa didampingi asisten, sekretaris, ataupun timnya. Mengenakan kaos putih dibalut blazer abu-abu, pria itu memenuhi janjinya untuk berbincang mengenai usaha yang ia geluti dalam beberapa tahun terakhir ini.
ADVERTISEMENT
Baru tiba dari Singapura, pemilik nama Edward Tirtanata itu langsung menuju ke kantor kumparan. Dialah pendiri gerai Kopi Kenangan , yang saat ini menjamur di berbagai wilayah Indonesia.
Perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, ke Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sejauh 42 kilometer, tak menjadi kendala baginya untuk tiba tepat waktu sesuai janji. Disiplin dan sungguh-sungguh menjadi motto hidupnya. Itu menjadi salah satu kunci sukses bisnisnya hingga berkembang pesat.
Pada 2017, Edward dengan pede masuk ke bisnis minuman kopi. Padahal di ranah ini sejumlah nama besar dan terkenal telah lebih dulu berdiri. Sebut saja Starbucks, Excelso, atau Coffee Bean.
Namun menurutnya, nama besar itu tak selalu memenuhi keinginan pasar. Hal ini pun dialami dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut Edward, yang terpenting dari minum kopi adalah minuman kopi-nya itu sendiri. Tak perlu wifi, kursi, ataupun tempat yang nyaman. Cukup satu cangkir kopi yang bisa dibawa ke mana-mana.
"Ada banyak banget pemain kopi, tapi kita melihat bahwa alternatifnya itu enggak banyak untuk yang affordable. Karena kan gue minum kopi tiap hari, kalau enggak ke Starbucks Rp 35.000, atau enggak pesen kopi Rp 1.000-an, enggak ada yang di tengah-tengah affordable gitu," kata Edward dalam program The CEO kumparan, Kamis (28/11).
"Kan sebenarnya yang customer inginkan, enggak perlu sofanya kok, cuma perlu kopi yang enak dan bahan-bahan yang berkualitas," lanjutnya.
Kedai Kopi Kenangan pertama kali berada di kawasan kantoran, tepatnya di Menara Standard Chartered, Kuningan, Jakarta Selatan. Saat itu, Kopi Kenangan bersanding langsung dengan tiga kedai kopi lainnya yang telah memiliki nama.
ADVERTISEMENT
Cara itu dinilai Edward ampuh untuk mengetes pasar dan kemampuan. Alhasil, Edward berhasil menjual 700 cangkir kopi. Sebuah pencapaian yang menurutnya melampaui ekspektasi.
Sejak saat itu, penjualan kopinya terus meningkat. Bahkan berkat adanya ojek online, nama Kopi Kenangan bisa terkenal hingga di luar wilayah perkantoran Menara Standard Chartered.
"Kalau kita tuh yang penting hajar aja dulu. Kita jalanin dulu. Bahkan resep Kopi Kenangan Mantan tuh baru final sehari sebelumnya, nekat aja, jangan kalah momentumnya," jelasnya santai.
Penjualan Kopi Kenangan saat itu hampir 60 - 70 persennya melalui aplikasi ojek online. Penamaan menu-menu yang unik membuat orang penasaran dengan rasa kopi tersebut.
"Kopi Kenangan Mantan, orang kan lihatnya apa sih ini, eye catchy gitu kan. Ini salah satu cara juga menarik customer, apalagi yang belum move on," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun seiring makin banyaknya kedai Kopi Kenangan, pembeli yang memesan lewat aplikasi ojek online saat ini menurun jadi hanya 30 persen. Sisanya pembeli langsung datang ke kedai terdekat.
"Sekarang ada 180 toko di seluruh wilayah Indonesia, average 500 cup per day per store. Hampir 100.000 cup lah sehari total," katanya.
Rata-rata kopi dijual seharga Rp 20.000 per cup. Dengan harga segitu, Edward memastikan sudah untung. Rahasianya, ia memangkas sejumlah komponen biaya yang tak perlu.
Tak hanya itu, ia pun memiliki strategi untuk berani masuk ke pusat perbelanjaan seperti mal dan perkantoran lainnya. Cara ini dianggap jitu untuk memikat pembeli dari berbagai kalangan.
"Makanya waktu itu kita buka di office dan mal, sehingga bukan cuma milenial, tapi ‘kolonial’ juga bisa beli. Karena ada di mal-mal. Kalau cuma di ruko-ruko doang, dapatnya cuma satu segmen doang. Kita kan inginnya masuk seluruh usia, gender, dan status di sana," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ekspansi ke Luar Negeri dan Buka Satu Gerai Baru per Hari
Saat ini, ada sekitar 1.700 karyawan yang tersebar di 180 kedai Kopi Kenangan. Selain itu juga ada 150 karyawan inti di kantor pusat di Jakarta.
Hingga akhir tahun ini, Edward menargetkan sebanyak 230 kedai Kopi Kenangan ada di seluruh wilayah Indonesia. Seluruh kedai itu ia kembangan bersama tim sendiri, tak ada sistem waralaba atau franchise.
Alasannya, ia tak mau kualitas Kopi Kenangan menurun. Jika digarap dengan orang yang berbeda, hal ini dikhawatirkan akan menurunkan kualitas di kemudian hari.
"Karena kita merasa bahwa sulit sekali untuk membuat produk yang konsisten apabila kita melakukan franchise. Karena misalnya kita franchise 500 gitu ya, ntar saya bakal berhadapan dengan 230 kepala yang berbeda. Itu kan pusing banget," kata dia tegas.
ADVERTISEMENT
"Nanti ada franchise A bilang, eh gue kayaknya bulan ini kurang bagus nih, gue mau ganti dong susunya dari Greenfield ke yang lebih murah. Itu kan sesuatu yang kita mau hindari dari awal. Kita pengin saklek, susu harus ini, kopi harus ini," kata Edward.
Selain itu, Edward pun ingin membangun karier pada karyawannya. Sehingga sistem franchise dinilai kurang tepat untuk membangun karier bagi karyawan.
"Kalau franchise kan enggak ada jenjang karier ya. Kalau kita di awal ada jenjang karier, bahwa untuk barista yang bekerja nanti bisa jadi manajer, general manajer, sampai operational general manager, mereka jadi termotivasi," jelasnya.
Namun demikian, menggarap bisnis sendiri ini juga memiliki tantangan yang cukup sulit. Masalah distribusi juga masih menjadi tantangan bisnis Kopi Kenangan.
ADVERTISEMENT
"Kayak misalnya kita akan buka toko di Jawa Tengah, Jogja, Solo, Semarang. Nah di kita cuma ada (storage) di Bogor. Jadi sekarang sebenarnya sangat tidak efisien kita kirim truk dari Jakarta ke Jogja, Solo, Semarang, mungkin dua hari sekali gitu. Itu kan sesuatu yang tidak efisien. Tapi kita lagi mencari pusat baru nih, misalnya di Jawa Tengah di mana," tutur Edward.
Tak hanya itu, bahan baku juga masih menjadi tantangan. Kualitas dan standar kopi yang harus sama di semua kedai juga memiliki kesulitan tersendiri. Bahkan tak jarang Edward kehabisan stok kopi.
"Di Indonesia tuh lucu, kalau kopi yang bagus diekspor, kalau yang kurang bagus ya buat domestik. Jadi makanya itu kita juga susah tuh untuk mencari 30 ton sebulan. Kalau ratusan kilo mungkin banyak, tapi kalau udah main ton enggak banyak," Edward menjelaskan.
ADVERTISEMENT
"Kita waktu itu sempat kelabakan, gimana nih kopi abis terus. Jadi ya enggak apa-apa, kan growing pain, kan kita scaling up, sambil cari solusi baru," katanya dengan semringah.
Ia menargetkan satu hari bisa membuka satu kedai baru di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan pada tahun depan, ia menargetkan bisa membuka Kopi Kenangan di luar negeri.
Alasannya, selama ini Indonesia hanya mengekspor komoditas ke luar negeri. Menurut Edward, ia ingin brand Kopi Kenangan pun terkenal di mancanegara.
"Gue yang penting sih tahun depan buka di luar negeri. Karena itu sudah visi gue dari awal. Gue kepengen, ini visi gue adalah to one day export Indonesian commodity as a brand," katanya.