Menguji Pernyataan Prabowo soal Utang PLN Mengerikan

17 Januari 2019 11:32 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Transmisi listrik (ilustrasi). (Foto: Dok. PLN)
zoom-in-whitePerbesar
Transmisi listrik (ilustrasi). (Foto: Dok. PLN)
ADVERTISEMENT
Saat menyampaikan Pidato Kebangsaan di JCC Senayan pada Senin (14/1), Calon Presiden Prabowo Subianto menyebut PLN sebagai salah satu BUMN dengan utang mengerikan.
ADVERTISEMENT
Menurut Prabowo, utang PLN sudah kelewat besar sehingga kondisinya tak sehat. Namun, tak jelas parameter apa yang dipakai oleh Prabowo.
PLN, seperti yang dilakukan perusahaan-perusahaan lainnya, menggunakan rasio utang terhadap modal atau Debt to Equity Ratio (DER) sebagai patokan dalam melihat utang.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto menjelaskan, utang suatu perusahaan bisa dikatakan dalam kondisi berbahaya apabila DER mencapai angka 3, yaitu ketika utang mencapai 3 kali lipat dari modal.
Sedangkan utang yang dimiliki PLN saat ini sekitar Rp 500 triliun dan modal kurang lebih Rp 900 triliun. Artinya, DER masih di kisaran 0,55. Utang hanya sekitar 55 persen dari modal.
"Utang itu, ukurannya Debt to Equity Ratio. Maksimal 300 persen. Jumlah utang dibagi modal tidak boleh lebih 300 persen. Kita sudah melakukan revaluasi aset sehingga utang tinggal 50 persen dari modal. Modal kita Rp 900 triliun, bisa pinjam sampai Rp 2.000 triliun masih aman. Jadi terkendali sesuai investasi kita," kata Sarwono dalam diskusi dengan media, Rabu (16/1) malam.
Gedung PLN (Foto: wikimapia.org)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung PLN (Foto: wikimapia.org)
Dengan DER yang masih di kisaran 0,55, artinya setiap utang PLN Rp 0.55 dijamin oleh ekuitas senilai Rp 1. Jadi, utang PLN pasti terbayar karena ada jaminan yang cukup.
ADVERTISEMENT
Sarwono menambahkan, PLN pun tak bergantung pada utang dalam menjalankan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW maupun program lainnya. Buktinya, sejak 2015 sampai sekarang biaya investasi (capital expenditure/capex) yang digelontorkan PLN mencapai Rp 269 triliun. Sementara utang sejak 2015 hanya bertambah Rp 139 triliun.
Itu menunjukkan bahwa capex yang berasal dari utang hanya 51 persen. Sisanya sebanyak 49 persen capex berasal dari kas PLN sendiri. "Investasi kita bertambah Rp 269 triliun tapi utang hanya meningkat Rp 139 triliun. Kalau orang beli rumah pakai KPR, DP dari uang sendiri hanya 30 persen, 70 persen utang. Ini kita 49 persen dari uang sendiri, lebih bagus dong," papar Sarwono.
Sementara soal kerugian PLN sebesar Rp 18,4 triliun pada kuartal III 2018, Sarwono menjelaskan bahwa kerugian itu timbul karena selisih kurs. Utang-utang jangka panjang jadi terlihat sangat besar karena perubahan kurs, sehingga pembukuan jadi merah.
ADVERTISEMENT
Kata dia, yang penting adalah laba operasi. Secara operasional, PLN masih untung Rp 9,6 triliun. "Per kuartal III 2018 laba operasi Rp 9,6 triliun. Lho katanya rugi? Itu karena kurs. Misalnya kami pinjam USD 30 juta, kurs dolar AS waktu kita pinjam beberapa tahun lalu masih Rp 10 ribu, bayarnya masih 30 tahun lagi. Hari ini kurs dolar AS Rp 14 ribu. Dibukukan sekarang, jadi besar sekali. Enggak ada masalah, yang penting operasional kita untung," tutupnya.