Menko PMK Sebut Iuran Pensiun Tambahan Bebani Pekerja, Bikin Daya Beli Turun

11 September 2024 13:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko PMK Muhadjir Effendy usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko PMK Muhadjir Effendy usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menanggapi wacana pemerintah menerapkan potongan gaji tambahan bagi para pekerja untuk program pensiun.
ADVERTISEMENT
Mulanya Muhadjir bilang, dia belum dilibatkan dalam pembahasan wacana potongan gaji tambahan ini, karena tidak memimpin instansi yang berkaitan dengan hal tersebut.
Namun, Muhadjir mengatakan, saat ini seharusnya pemerintah berfokus menahan kemerosotan daya beli kelas menengah agar tidak semakin turun. Sebab menurut dia, tambahan iuran akan menjadi beban tambahan juga bagi pekerja, khususnya kelas menengah.
“Sekarang ini yang harus kita perhatikan juga kan menurunnya daya beli kelas menengah. Kalau menurunnya daya beli kelas menengah ditambah lagi dengan iuran untuk pensiun, itu saya kira terlalu berat untuk sekarang,” kata Muhadjir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/9).
Dengan demikian, menurut dia, segala macam iuran tambahan yang dapat mengurangi pendapatan pekerja, harus dipertimbangkan baik-baik.
ADVERTISEMENT
“Menurut saya berbagai macam tarikan yang diberikan kepada para karyawan sebaiknya dipertimbangkan masak-masak belum, karena sekarang belum ada penambahan tarikan saja sudah cenderung menurunnya daya beli mereka,” imbuhnya.
Muhadjir juga menggarisbawahi kondisi pendapatan atau gaji yang didapat oleh pekerja saat ini belum di atas rata-rata. Hal ini membuat berbagai iuran yang dikenakan bagi pekerja saat ini belum terlaksana secara maksimal.
“Karena sekarang jaminannya mencakup 5 untuk tenaga kerja itu, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, Jaminan Kehilangan Pekerjaan, sebetulnya sudah cukup representatif asal itu dilaksanakan. Dan kita belum bisa melaksanakan secara maksimal karena kondisi gaji atau upah karyawan kita belum bagus-bagus amat,” terangnya.
Meskipun di sisi lain, Muhadjir juga yakin, pengusul wacana ini telah mempertimbangkan banyak aspek untuk mengimplementasikannya.
ADVERTISEMENT
Dia kemudian membeberkan data kelas menengah yang saat ini berhasil ditahan untuk tidak turun ke kalangan ekonomi baik kelas miskin maupun kelas sangat miskin. Penurunan kelas menengah tertahan di kelas aspiring middle class atau menuju kelas menengah.
“Sekarang kan kemiskinan juga turun, dari 0,98 menjadi 0,93 kan, kemudian miskin ekstrem turun dari 1,12 menjadi 0,8 kan, sudah hampir mendekati nol. Ini artinya penurunan daya beli kelas menengah itu tidak sampai berimbas pada lapisan yang paling bawah, tertahan di aspiring middle class itu,” terangnya.
Sejumlah buruh berjalan pulang di salah satu pabrik di Kota Tangerang, Jumat (17/11/2023). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Akan tetapi pemerintah tidak memiliki tameng abadi untuk terus menahan ini. “Tapi daya tahan itu kan sangat sifatnya temporal, sampai kapan kita bisa menahan ini,” tutupnya.
Hal ini yang membuatnya memandang, penambahan iuran untuk program pensiun akan menambah beban pendapatan pekerja.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, ramai rencana pemerintah yang akan memotong lagi gaji pekerja untuk program pensiun tambahan. Ini, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan tindak lanjut dari Undang-undang nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Namun, OJK menyebut tambahan program pensiun bagi para pekerja dengan gaji tertentu masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP).
Dalam laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, menunjukkan populasi kelas menengah terus menurun sejak 2018. Hal ini mencerminkan porsi masyarakat yang sebelumnya terhitung kelas menengah mengalami penurunan kesejahteraan.
Pada 2023, kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8 persen dari total populasi. Namun, jumlah penduduk kelas menengah baru-baru ini mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
“Jika daya beli kelas menengah menurun, hal ini dapat memaksa mereka untuk berpindah ke calon kelas menengah atau rentan, mengurangi peran mereka sebagai kontributor pajak dan meningkatkan ketergantungan mereka pada dukungan fiskal,” tertulis dalam riset LPEM FEB UI Indonesia Economic Outlook 2024 Triwulan III 2024, dikutip Rabu (7/8).
Dalam laporan tersebut juga disebutkan, untuk mencapai tujuan ambisius menjadi negara maju pada tahun 2045, kebijakan harus berfokus membantu calon kelas menengah bertransisi dan mempertahankan daya beli kelas menengah saat ini.