Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menperin: Isu Antidumping Hambat Industri Pulp dan Kertas RI
21 Januari 2018 22:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Industri pulp dan kertas di Indonesia disebut sulit berkembang karena masih adanya hambatan regulasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri seperti aturan anti dumping.
ADVERTISEMENT
Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan hambatan salah satunya berasal masih adanya tuduhan dumping atau subsidi untuk produk coated paper dan uncoated paper dari Amerika Serikat, serta produk A4 copy paper dari Australia yang masih dalam proses negosiasi di WTO.
Selain itu, pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) yang sangat tinggi, menyebabkan produk kertas Indonesia tidak bisa masuk ke pasar Amerika Serikat dan Australia.
“Tuduhan dumping atau subsidi juga dikhawatirkan akan ditiru negara kompetitor lainnya yang akan mengancam ekspor produk pulp dan kertas Indonesia,” kata Airlangga saat meninjau pembangunan pabrik rayon Asia Pacific Rayon di Kecamatan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (21/1).
Selain itu, persoalan dari dalam negeri misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Jo. PP 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Beleid ini dinilai berpotensi mengurangi jumlah luasan lahan HTI sebagai sumber bahan baku industri pulp.
ADVERTISEMENT
Saat ini, dengan kebutuhan kertas dunia yang sekitar 394 juta ton dan diperkirakan meningkat menjadi 490 juta ton pada tahun 2020, peluang pengembangan industri pulp dan kertas masih cukup terbuka.
Statistika perkembangan industri pulp dan kertas Indonesia dalam 5 tahun terus meningkat. Jumlah perusahaan misalnya, meningkat dari 79 unit usaha pada tahun 2012 menjadi 84 unit usaha pada tahun 2017.
Begitu pula kapasitas terpasang industri pulp, yang meningkat dari 7,1 juta ton menjadi 11,1 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas terpasang industri kertas meningkat dari 12,1 juta ton menjadi 16 juta ton per tahun.
Airlangga meminta seluruh pihak terkait, baik dari Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), pelaku usaha dan pemerintah untuk menyikapi ini hal ini secara serius. Sehingga, potensi sumber daya alam yang tersedia dapat diproses menjadi produk bernilai tambah tinggi, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
“Harus ada keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan ekologi,” katanya.