Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Menperin soal Industri Tekstil Tumbuh 7,43 Persen: Perlu Pengendalian Impor
24 November 2024 20:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Perindustrian (Menperin ) Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara soal pertumbuhan industri tekstil yang sebesar 7,43 persen di kuartal III 2024. Angka ini meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya yang terkontraksi 0,03 persen (yoy), namun mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu 8 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Menurut Agus, pertumbuhan tekstil bisa lebih besar jika pengendalian impor dilakukan. “Industri tekstil dan pakaian jadi mencatatkan pertumbuhan positif pada triwulan III tahun 2024 sebesar 7,43 persen (yoy). Pertumbuhan ini kami yakini akan lebih besar lagi apabila didukung dengan kebijakan yang strategis dan probisnis, terutama terkait dengan pengendalian impor,” kata Agus dalam keterangannya, Minggu (24/11).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri TPT nasional merupakan salah satu sektor yang mendapatkan prioritas pengembangan, karena sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor, sehingga memberikan kontribusi signfikan terhadap perekonomian Indonesia.
Guna meningkatkan kinerja industri TPT nasional, Kemenperin melalui unit pendidikan vokasi, yakni Politeknik STTT Bandung, telah melahirkan para tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan dunia industri saat ini. Pada 2024, sebanyak 325 lulusan Politeknik STTT Bandung sudah tersebar mengisi di sejumlah perusahaan industri TPT.
ADVERTISEMENT
“Penyerapan lulusan pada Politeknik STTT Bandung mencapai 100 persen, dengan waktu tunggu lulusan kurang dari enam bulan. Mereka ini sudah siap kerja dan kompeten untuk mendukung industri TPT yang berdaya saing global,” ungkap Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Masrokhan.
Menurut dia, peluang pekerjaan untuk para lulusan pendidikan vokasi masih cukup tinggi, termasuk di sektor industri tekstil yang permintaannya terus bertambah setiap tahun. “Industri ini padat modal dan padat karya, jadi permintaan SDM-nya luar biasa,” ujarnya.
Kemudahan mendapatkan pekerjaan untuk para lulusan Politeknik STTT Bandung ini tidak terlepas dari sistem pembelajaran yang link and match dengan industri. Selain itu, kurikulumnya juga diselaraskan dengan kebutuhan industri yang sedang berkembang.
ADVERTISEMENT
“Bahkan bukan hanya di dalam negeri, banyak mahasiswa vokasi yang juga magang di luar negeri, termasuk para mahasiswa Politeknik STTT Bandung, di mana 15 orang sudah berada di China,” tambahnya.
Sementara itu Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri (PPVI) Kemenperin, Wulan Aprilianti Permatasari, menuturkan inovasi dalam sektor pendidikan vokasi juga harus terus ditingkatkan. Di sektor tekstil misalnya, tren saat ini mengarah pada green job hingga green industry.
“Akhirnya, kompetisi untuk menyelarasakan pada kebutuhan industri, harus dilakukan oleh kampus. Sehingga ketika mahasiswa lulus, mereka bisa menyesuaikan dengan kebutuhan di masa depan,” ujar Wulan.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wiraswatsa menyebut, soal regulasi mekanisme arus barang yang terdampak lartas impor direlaksasi, efeknya membuat importasi sejumlah komoditas manufaktur yang berpotensi mengganggu industri serat filamen menjadi makin mudah masuk ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT
"Apalagi aturan Permendag 8/2024 tersebut, importir tidak lagi mengurus pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang bertujuan melindungi industri dalam negeri," ujar Gita dalam keterangannya, Minggu (24/11).
Senada dengan Gita, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja memandang, dengan diberlakukannya pertek sebagai syarat untuk mendapatkan persetujuan impor (PI), produk pakaian jadi, produk-produk tekstil impor, dan aksesori pakaian yang tidak sesuai standar Indonesia semestinya tak bisa sembarangan masuk ke pasar domestik.
"Pelaku industri elektronik dalam negeri pun turut menyatakan sikap kecewa dengan adanya relaksasi impor melalui penerbitan Permendag 8/2024" kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman.