Menperin Ungkap Kondisi Industri Tekstil RI, Banjir Impor dan Sulit Ekspor

20 Juni 2024 21:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (25/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (25/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, membeberkan kondisi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Tanah Air saat ini yang tengah didera gempuran produk impor. Terlebih kondisi geopolitik menyebabkan industri TPT dalam negeri juga tak dapat leluasa di pasar ekspor. Sehingga menyebabkan banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor ini.
ADVERTISEMENT
“Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi penurunan ekspor yang diakibatkan oleh permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada terjadinya penurunan daya beli dari konsumen di negara tujuan ekspor, serta sulitnya mengakses pasar ekspor karena adanya pembatasan barang impor melalui kebijakan tariff barrier dan nontariff barrier,” kata Agus dalam keterangannya, Kamis (20/6).
Hal ini diutarakan Agus untuk menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI beberapa waktu lalu, terkait penyebab maraknya PHK di industri TPT.
Agus mengaku sepakat dengan pernyataan Sri Mulyani soal dumping yang jadi salah satu penyebab terpuruknya industri TPT dalam negeri.
Agus berharap Sri Mulyani mengetok kebijakan yang konsisten dengan pernyataan mengenai industri tekstil ini. Tujuannya agar industri TPT dalam negeri dapat terlindungi.
ADVERTISEMENT
Menurut Agus, salah satu kebijakan yang diketok oleh Sri Mulyani berkontribusi dalam kondisi industri TPT saat ini. Agus memandang, restriksi perdagangan sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil dengan kebijakan menghapus larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir berupa pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi juga produk konsumsi lainnya, seperti alas kaki dan tas.
“Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian Pertimbangan Teknis untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” ujar Agus.
Agus menjelaskan saat ini daya saing industri TPT nasional di pasar domestik terganggu oleh importasi produk sejenis, terutama produk jadi dengan jumlah besar, baik yang masuk secara legal maupun ilegal.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan sejumlah negara mulai melindungi industri dalam negerinya dengan sederet kebijakan seperti dumping. Sehingga produk-produk yang tidak terserap di negara-negara dengan dumping tersebut akan mencari negara baru tujuan ekspor baru.
“Selain itu, terdapat hasil produksi TPT di dunia yang tidak terserap oleh negara tujuan ekspor yang saat ini menerapkan restriksi perdagangan. Akibatnya, terjadi oversupply sehingga negara produsen melakukan dumping dan mencoba untuk mengalihkan pasar ke negara-negara yang tidak memiliki proteksi pasar dalam negeri, salah satunya ke Indonesia,” jelas Agus.
“Oleh sebab itu, kita yang seharusnya cepat mengantisipasinya dengan pengambilan kebijakan trade remedies berupa kebijakan anti-dumping dan safeguard, serta kebijakan nontariff lainnya,” tambahnya.
Permendag 36 2023 Turunkan Impor Tekstil
ADVERTISEMENT
Agus juga menyoroti pemberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebelumnya telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional.
Agus mengungkapkan impor pakaian jadi turun sejak pemberlakuan beleid tersebut pada 10 Maret 2024. Agus mengatakan impor pakaian jadi pada Januari dan Februari 2024 berturut-turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton turun menjadi 2,20 ribu ton pada Maret 2024 dan 2,67 ribu ton di pada April 2024.
Selain itu, impor tekstil selain pakaian jadi juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024.
“Demikian juga jika membandingkan data impor secara year on year (YoY), terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Agus juga menyoroti keberhasilan Permendag 36/2023 dalam mengerek PDB industri tekstil dan pakaian jadi. Sepanjang 2023 tumbuh negatif, sementara pada kuartal I 2024 telah tumbuh positif sebesar 2,64 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi. IKI industri ini tercatat ekspansi dua bulan berturut-turut pada April dan Mei 2024, ini pertama kali terjadi sejak IKI dirilis pada November 2022.
Namun, aturan ini kemudian direvisi dengan terbitnya Permendag 8/2024 pada pertengahan Mei lalu, yang merelaksasi sederet komoditas impor, seperti produk kimia dan elektronik.