Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Menteri ESDM soal Pertashop Minta Jual Pertalite: Nanti Pertamax Enggak Laku
12 Juli 2023 12:48 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Arifin menilai jika Pertashop ikut menjual BBM bersubsidi, masyarakat enggan membeli Pertamax yang harganya lebih mahal.
"Kan Pertashop menyalurkan Pertamax. Sekarang kalau Pertamax dan Pertalite barangkali ya sedang dikaji. Nanti tanya Pertamina untuk dibangkitkan lagi menyalurkan Pertalite, kalau Pertalite nanti Pertamaxnya enggak laku," kata Arifin di ICE BSD, Rabu (11/7).
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, menuturkan perseroan sedang mengkaji solusi untuk memberikan keuntungan bagi pengusaha Pertashop.
Namun, Riva mengakui Pertamina belum bisa memberikan izin Pertashop menjual produk-produk subsidi seperti Pertalite dan LPG subsidi 3 kilogram karena berkaitan dengan beban anggaran pemerintah. Katanya, hal ini masih harus melalui kajian terlebih dahulu.
"Ini lagi dikaji kira-kira yang paling baik dan beneficial, yang pasti kita tidak bisa untuk menempatkan produk subsidi secara langsung ini butuh kajian tapi kita lagi mengkaji itu sih dan kita akan menyiapkan solusi yang paling bagus," ungkap Riva.
"Menjual Pertalite itu akan dikaji tapi tidak dengan serta-merta kita memberikan akses kepada produk subsidi, tapi mungkin akan ada pendekatan-pendekatan lain," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Riva mengatakan keberadaan Pertashop yang terus ditingkatkan jumlah dan persebarannya bertujuan untuk memberikan akses energi yang lebih dekat kepada masyarakat dengan proses yang lebih aman
"Nanti dengan semakin berkembang dan maraknya Pertashop di beberapa jaringan yang dekat dengan masyarakat itu juga bisa kami anggap sebagai upaya untuk mencegah masyarakat mengisi di lokasi yang tidak aman," terang Riva.
Dia melanjutkan, solusi yang tengah dikaji oleh Pertamina bersama stakeholder terkait yakni pendekatan kerja sama untuk terus meningkatkan margin atau keuntungan yang bisa dikantongi Pertashop.
"Kita lagi mencoba untuk mendiskusikan dengan berbagai pihak dan stakeholder untuk dapat memberikan solusi yang terbaik khususnya di harga, jadi nanti akan kita lihat solusi mana yang terbaik tapi itu sudah menjadi concern kami," tutur Riva.
ADVERTISEMENT
"Untuk meng-empower Pertashop bisa jadi nanti ada kerja sama dengan BUMN lain atau kerja sama dengan pihak lain BUMD yang intinya membuat Pertashop ini menjadi lebih bergairah," tambahnya.
Berdasarkan data Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), dari sekitar 448 unit Pertashop sebanyak 201 unit dilaporkan mengalami kerugian dengan tingkat yang bervariasi.
Sejumlah Pertashop bahkan dilaporkan harus sampai menutup usahanya dan sebagian dilaporkan sampai harus disita asetnya oleh perbankan karena tidak dapat membayar pinjaman.
Kemelut ini disebabkan disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite. Harga Pertamax terus berfluktuatif, berbeda dengan Pertalite yang belum berubah sejak September 2022, seharga Rp 10 ribu per liter.
Sekretaris Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan DIY, Gunadi Broto Sudarmo, menyebut disparitas harga ini dimanfaatkan oleh kelompok pengecer dan Pertamini ilegal yang menjual BBM subsidi. Padahal, BBM subsidi hanya bisa didistribusikan oleh badan usaha yang mendapatkan izin pemerintah.
ADVERTISEMENT
Gunadi menjelaskan, dengan penjualan BBM subsidi yang lebih murah dan laku di pasaran, Pertamini mendapatkan untung jauh lebih besar dari Pertashop. Dia menyebutkan rata-rata keuntungan atau margin pengecer ilegal mencapai Rp 2.000-2.500 per liter, sementara margin Pertashop sudah ditentukan Rp 850 per liter.
"Pengecer tidak punya kewajiban seperti Pertashop lembaga penyalur legal, sementara Pertashop marginnya cuma Rp 850 per liter. Dapat untungnya lebih kecil tapi semua kewajiban resmi seperti pajak dan pungutan legal lainnya tetap menjadi kewajiban kami," ujar Gunadi saat audiensi dengan Komisi VII DPR, Senin (10/7).