Menteri KP Sebut Banyak Pengusaha Perikanan Ngaku Nelayan Buat Hindari Pajak

14 November 2023 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono usai rapat bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen pada Senin (14/11/2023). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono usai rapat bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen pada Senin (14/11/2023). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengusaha perikanan mulai tahun depan akan dikenakan pungutan pajak berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini sejalan dengan rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang akan segera merampungkan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
ADVERTISEMENT
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pengusaha perikanan sudah semestinya dikenakan pajak, berbeda dengan nelayan tradisional.
Trenggono bilang, pihaknya menemukan banyak oknum pengusaha perikanan yang mengaku sebagai nelayan, hingga memanfaatkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk berlayar, juga tidak membayar pajak.
“Pengusaha yang rumahnya di Jakarta tinggalnya di Pantai Indah Kapuk (atau) Pondok Indah misalnya, kapalnya ada 80 izinnya di Maluku, Ambon, dia menggunakan bahan bakar subsidi karena dia (mengaku) sebagai nelayan, nggak bayar pajak. Ini kepentingan karena dia harus bayar PNBP, dia harus kena pajak, dia harus mendaftar mengajukan kuota,” kata Trenggono dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen pada Senin (14/11).
Meskipun kebijakan ini, lanjut Trenggono, menuai protes dari kalangan elite nelayan tersebut, namun KKP akan tetap mengimplementasikan beleid ini dan turunannya pada awal Januari 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
Bahkan menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut aturan semacam ini telah ditetapkan di berbagai negara, salah satunya Norwegia.
“Saya diprotes, datang kemarin nelayan bersatu, ya sudah saya hadapi saja, ini sudah terjadi di seluruh negara, di Norwegia dilakukan hal yang sama di negara lain juga,” tambah Trenggono.
Adapun aturan mengenai pungutan pajak dan kuota penangkapan ikan ini termaktub dalam PP 11/2023, masing-masing pasal 13 dan pasal 7.
“Pemanfaatan kuota industri, kuota Nelayan Lokal, dan kuota kegiatan bukan tujuan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dikenakan pungutan perikanan berupa penerimaan negara bukan pajak atau retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ayat 1 pasal 13 beleid tersebut.
Sementara, di ayat 2 pasal yang sama dijelaskan bahwa nelayan kecil tidak diwajibkan membayar pungutan perikanan berupa penerimaan negara bukan pajak atau retribusi.
ADVERTISEMENT
Lalu dalam pasal 7 regulasi ini diatur mengenai kuota penangkapan ikan di zona PIT terbagi menjadi kuota industri, kuota nelayan lokal dan imota kegiatan bukan untuk tujuan komersial. Pembagian kuota penangkapan ikan tersebut paling sedikit didasarkan pada pertimbangan jumlah nelayan, jumlah dan ukuran kapal, serta alat penangkapan ikan.
Selain itu dia juga menyebutkan KKP berpedoman pada ketentuan yang disebutnya sebagai madzhab jahiliyah berupa aturan kapal penangkap ikan berukuran di bawah 30 Gross Tonage (GT) berurusan perizinan pada Pemerintah Daerah dan kapal berukuran di atas 30 GT pada Pemerintah Pusat.
Umumnya, nelayan tradisional dalam usahanya hanya menggunakan kapal berukuran di bawah 30 GT dan kapal berukuran di atas 30 GT umumnya digunakan oleh pengusaha perikanan atau nelayan industri.
ADVERTISEMENT