Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menteri PPN: Indonesia Terjebak Middle Income Trap Selama 30 Tahun
19 November 2024 12:12 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN )/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy membeberkan sederet tantangan pembangunan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Rachmat menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan selama 20 tahun terakhir. Menurutnya, fenomena stagnan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen menggambarkan bahwa Indonesia terjebak di dalam middle income trap atau negara dengan pendapatan menengah selama 30 tahun.
Hal ini diutarakan Rachmat dalam gelaran Sosialisasi Undang-undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (RPJPN) 2025-2045.
“Ekonomi Indonesia tumbuh stagnan pada kisaran 5 persen selama 20 tahun terakhir. Hal ini menyebabkan terjebak dalam pendapatan kelas menengah selama lebih dari 30 tahun," kata Rachmat di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (19/11).
Sehingga menurut Rachmat transformasi ekonomi ke depan diarahkan untuk membawa Indonesia keluar dari middle income trap, dengan mendorong peningkatan produktivitas sektor ekonomi.
ADVERTISEMENT
Dalam paparan Rachmat, Jika rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia naik menjadi 6 persen, maka Indonesia akan keluar dari middle income trap pada tahun 2041.
"Supaya kita ke depan tidak lagi terjebak ke dalam middle income trap," imbuh Rachmat.
Sedangkan dengan skenario sangat optimistis dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 7 persen, maka Indonesia akan keluar dari middle income income trap pada tahun 2038.
Selain ekonomi yang stagnan selama 20 tahum terakhir, lanjut Rachmat, tantangan pembangunan Indonesia lainnya adalah permasalahan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Dalam paparan Rachmat dijelaskan Indeks Modal Manusia Indonesia lebih rendah dari Singapura yang pada angka 0,88.
“Kualitas SDM Indonesia masih relatif rendah, dengan Indeks Modal Manusia baru mencapai 0,54,” tambah Rachmat.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, dia juga menyoroti skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia masih relatif tertinggal di bawah rata-rata negara OECD.
Rata-rata skor Sains negara OECD berada di angka 489 sementara Indonesia 396. Lalu skor Matematika rata-rata negara OECD 489 sedangkan Indonesia 379. Hal ini juga sama pada skor membaca, Indonesia baru 371 sementara rata-rata negara OECD 487.
Selanjutnya, dia juga melihat adanya tantangan pembangunan di bidang kesehatan, meliputi angka stunting, kematian ibu, dan kematian bayi yang masih tinggi.
“Dan, masih perlunya upaya pemerataan pembangunan diseluruh wilayah Indonesia,” tutur Rachmat.
Dari sisi global, pembangunan Indonesia menghadapi tantangan yang menurut Rachmat semakin kompleks. Rachmat melihat adanya The Triple Planetary Crisis meliputi perubahan iklim juga kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
“Sekarang ini dunia semakin proteksionis, eskalasi dan geopolitik geoekonomi diperkirakan memunculkan fragmentasi dan kekuatan baru,” terangnya.
Perkembangan teknologi yang masif juga menimbulkan distorsi positif dan negatif. Bahkan, lanjut Rachmat perubahan struktur demografi global 2050 diperkirakan bergeser ke kawasan Afrika.