Menyoal Masih Terperosoknya Rupiah, Apa yang Mau Dilakukan Pemerintah?

23 Juni 2024 9:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah belum bisa mengangkat anjloknya rupiah. Mengutip data Bloomberg pada Jumat (21/6), nilai tukar rupiah ditutup di level Rp 16.450 per dolar AS, turun 20 poin atau setara 0,12 persen dari posisi Rp 16.430 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah yang terus melemah merupakan yang terendah sejak 4 tahun terakhir.⁠ Rupiah pernah anjlok ke posisi Rp 16.400 per dolar AS pada 30 Maret 2020.

Apa Kata Pemerintah?

Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pelemahan rupiah terjadi saar ekonomi Amerika Serikat (AS) masih relatif baik, namun inflasi masih cukup tinggi. Di tengah kondisi itu, fundamental Indonesia tetap kuat, terlihat dari PMI Manufaktur konsisten di atas posisi 50. Sehingga sentimen regional harus dijaga pemerintah.
“Yang paling penting buat kita investasi terus genjot ke depan, kemudian devisa hasil ekspor kita dorong,” ujar Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (21/6).
Airlangga mengungkapkan neraca perdagangan Indonesia selalu surplus. Selain itu, peringkat daya saing Indonesia menduduki posisi ke-27 dari 67 negara mengacu riset Institute for Management Development World Competitiveness Ranking (IMD WCR) 2024.
ADVERTISEMENT
“Kita minta para pengusaha ekspornya masih devisa di luar negeri untuk dimasukkan ke dalam negeri,” katanya.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (21/6/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Menanggapi isu ketidakpastian kebijakan pemerintah Prabowo tahun depan menjadi penyebab rupiah melemah, Airlangga mengeklaim APBN 2025 masih dibahas bersama DPR.
Kondisi melemahnya rupiah itu juga mendapatkan perhatian khusus Presiden Jokowi. Jokowi telah memanggil Menteri Keuangan, Ketua OJK, Ketua LPS, dan Gubernur Bank Indonesia untuk menggelar rapat terbatas mengenai persoalan itu, pada Kamis (20/6).

BI Beberkan Biang Kerok Pelemahan Rupiah

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan penyebab anjloknya rupiah meliputi dua faktor utama, yaitu faktor fundamental dan sentimen jangka pendek.
Perry menjelaskan jika dilihat dari faktor fundamental yang meliputi kondisi makroekonomi Indonesia seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan kredit, seharusnya rupiah bisa menguat.
ADVERTISEMENT
Hal ini bisa dilihat dari inflasi Indonesia masih terkendali di 2,8 persen pada Mei 2024 dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 persen pada triwulan 1 tahun ini. Selain itu, pertumbuhan kredit juga berada di posisi 12,5 persen pada Mei 2024.
"Demikian juga kondisi ekonomi kita, termasuk juga imbal hasil investasi Indonesia yang baik. Itulah faktor-faktor fundamental yang mestinya mendukung rupiah itu akan menguat," kata Perry usai rapat dengan Presiden di Istana Negara, Jakarta, dikutip Sabtu (22/6).
Selanjutnya, faktor teknikal jangka pendek yang mempengaruhi pelemahan rupiah saat ini, seperti ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Selain itu, langkah Federal Reserve yang urung menurunkan suku bunganya sesuai proyeksi, yaitu 3 kali pada 2024 dan hanya terjadi satu kali hingga akhir tahun nanti, juga mempengaruhi pelemahan rupiah.
ADVERTISEMENT

Pengusaha Mamin Pusing Imbas Pelemahan Rupiah

Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada Selasa (16/4/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Anjloknya rupiah ini membuat pengusaha industri makanan dan minuman (mamin) harus putar otak agar tetap dapat meraup margin. Lantaran industri ini termasuk sektor yang banyak mengimpor bahan baku/bahan baku penolong dari luar negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, mengatakan pelemahan rupiah ini membuat biaya pengapalan naik hingga empat kali lipat.
"Ditambah lagi saat ini biaya pengapalan luar negeri naik 3 sampai 4 kali lipat. Sementara ekspor juga semakin kompetitif karena buyer juga tertekan sehingga minta harga lebih baik," kata Adhi kepada kumparan, Sabtu (22/6).
Adhi kemudian menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan perombakan aturan devisa hasil ekspor (DHE), karena menjadi beban bagi industri. Tujuannya, agar tren pelemahan rupiah ini bisa segera berakhir.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah juga perlu antisipasi dengan intervention USD rupiah. Perlu dipikirkan insentif ekspor agar semakin banyak membantu devisa. Perlunya juga penguatan produksi di hulu agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil," ujar Adhi.