Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Meski Anak Bos Panasonic, Arief Gobel Jadi Sales dan Cari PO
16 April 2023 15:07 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Muhamad Arief Rachmat Gobel bercerita pengalamannya belajar bekerja dari posisi bawah di sebuah perusahaan. Meski terlahir sebagai anak dari pemilik Panasonic Gobel Indonesia yaitu Rachmat Gobel , dia mengaku tak serta-merta bisa menduduki posisi penting sebagai direktur, tapi memulainya dari bawah.
ADVERTISEMENT
Laki-laki berusia 28 tahun ini mengaku bekerja sebagai sales di perusahaan keluarganya. Dia harus keliling daerah untuk menemui pemilik toko elektronik agar mau membeli barang produksi Panasonic (purchasing order/PO).
“Saya menjadi sales, menjadi bagian marketing. Saya masih belajar jualan. Kerjanya mencari PO keliling Indonesia. Kemarin saya baru dari Makassar,” katanya dalam acara diskusi komunitas milenial di dekat Kampus Universitas Negeri Gorontalo, Sabtu (15/4).
Diskusi itu dihadiri komunitas milenial peduli difabel, komunitas milenial artis komedi, komunitas milenial komik, komunitas milenial yang bergerak di bidang usaha, dan sebagainya.
Walaupun menjadi anak Rachmat Gobel, Arief mengatakan dirinya tak menjadi direktur di perusahaan. Dengan menjadi sales, ia belajar mengenali karakter orang-orang, belajar melakukan komunikasi dan marketing, dan belajar membangun jejaring.
“Saya tidak ujug-ujug ada di posisi tertentu. Tapi apakah saya punya privilege? Jujur saya akui punya, karena nama saya. Namun saya tetap meniti karier dari bawah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ia tak langsung ditempatkan di jajaran direksi atau menjadi direktur di perusahaan baru maupun menjadi direktur di anak perusahaan yang masih berskala kecil.
“Saya masih berjuang,” katanya.
Arief menceritakan, saat masih SMA ia pun sudah belajar bekerja di pabrik. Tanpa sepengetahuan orangtuanya, ia mendaftar pelatihan untuk magang di pabrik. Selama masa pelatihan, ia tidur di asrama karyawan sebagaimana umumnya. Sehingga pas liburan sekolah ia bekerja di pabrik dan tinggal di asrama karyawan.
"Saya belajar merasakan bagaimana suasana pekerja di level paling ujung. Saya juga harus memahami nilai-nilai di tingkat pekerja. Karena keuntungan dan kemajuan sebuah perusahaan bermula dari sini," katanya.
Saat kuliah di Jepang, ia juga bekerja di restoran. Mulai dari tukang cuci piring bersama buruh-buruh dari India hingga menjadi tour guide. Posisi itu dia dapat setelah berhasil belajar bahasa Jepang dengan lancar.
ADVERTISEMENT
Dalam berbisnis, kata dia, dibutuhkan pengalaman dan wawasan. Pengalaman itu diperoleh dengan praktik langsung seperti bekerja, sedangkan wawasan diperoleh dengan pendidikan.
"Memang ada segelintir orang yang punya keistimewaan tapi itu kekecualian. Jadi, karakter itu sangat penting untuk meraih sukses,” katanya.
Karena itu ia mengajak kaum milenial Gorontalo untuk mengembangkan diri menjadi pribadi sukses dengan terjun langsung dan terus menimba wawasan.
Live Update