Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Meski Penerimaan Negara 2018 Lampaui Target, Pemerintah Jangan Jemawa
2 Januari 2019 18:39 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Misbakhun memberikan apresiasi kepada pemerintah atas pencapaian tersebut. Menurutnya, hal ini lantaran kinerja pemerintah sepanjang tahun lalu demi mendorong pendapatan negara.
"Pendapatan negara melebihi 100 persen dari yang dipatok dalam APBN 2018. Ini adalah prestasi yang sangat membanggakan di sektor penerimaan negara," ujarnya kepada kumparan, Rabu (2/1).
Menurut dia, pencapaian tersebut tak terlepas dari adanya reformasi dalam bidang perpajakan yang dilakukan pemerintah, khususnya terkait pengampunan pajak atau tax amnesty yang telah meningkatkan basis pajak. Selain itu, di tahun lalu pemerintah juga telah merevisi Undang-Undang (UU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Program tax amnesty telah berjalan sukses karena terdapat perbaikan basis data perpajakan serta deklarasi harta mencapai Rp 4.855 triliun dengan repatriasi dari luar negeri sebesar Rp 147 triliun," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Misbakhun, pemerintah tak bisa berpuas diri dengan pencapaian di tahun lalu. Reformasi pajak harus tetap dilakukan secara berkelanjutan di tengah tantangan perekonomian.
"Reformasi pajak tersebut dilakukan dengan mendukung pemberdayaan ekonomi digital. Digitalisasi ekonomi menggeser ekonomi konvensional, sehingga aturan pajak bisa lebih ter-update," katanya.
Sementara itu, Ekonom PT Bank Mayapada Indonesia Tbk Myrdal Gunarto menilai, kenaikan harga komoditas andalan Indonesia, seperti batu bara dan mineral turut mendorong pendapatan negara sepanjang 2018.
"Selain itu dibarengi dengan pelemahan rupiah sepanjang tahun 2018, walaupun pada akhir tahun pelemahannya mereda. Akan tetapi,itu cukup mendorong perbaikan pendapatan negara, baik itu pendapatan pajak maupun pendapatan bukan pajak," kata Myrdal.
Tak hanya itu, meningkatnya laju impor selama tahun lalu juga turut membantu penerimaan negara dari segi bea masuk. "Terbantu juga dengan angka lonjakan impor. Itu juga membantu pendapatan negara melalui bea masuk maupun pendapatan negara dari aktivitas impor," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Myrdal, pemerintah harus tetap waspada. Sebab, jika rupiah kembali melemah dan harga minyak naik akan terjadi pembengkakan subsidi energi.
"Tapi kita harus waspada juga kalau rupiah melemah dan harga minyak melonjak, karena bisa berdampak terhadap lonjakan belanja subsidi juga. Makanya, yang terpenting juga adalah melihat seberapa besar angka defisit fiskalnya," kata Myrdal.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pencapaian tersebut lebih disebabkan oleh faktor eksternal seperti kenaikan harga minyak. Dalam APBN 2018, pemerintah memasang target harga minyak sebesar USD 48 per barel, padahal realisasinya mencapai USD 60 per barel.
Tak hanya itu, pelemahan rupiah sepanjang 2018 juga turut mendorong kenaikan PNBP. Sebaliknya, kinerja pajak juga masih mencatatkan kekurangan penerimaan (shortfall) lantaran realisasinya hanya 90,3 persen dari target.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah asumsikan minyak USD 48 per barel realisasinya di atas USD 60 per barel. Kemudian soal pelemahan kurs buat penerimaan negara dari PNBP naik signifikan, itu juga di luar skenario awal. Apanya yang dibanggakan kalau realisasi naik tapi di luar rencana awal?" tambahnya.