Minuman Alkohol Bakal Dilarang dan Dampaknya Bagi Penerimaan Negara

15 November 2020 10:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi minuman alkohol Foto: Unsplash/ Ben Yang
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minuman alkohol Foto: Unsplash/ Ben Yang
ADVERTISEMENT
Kinerja DPR kembali menjadi sorotan publik. Hal tersebut setelah anggota parlemen membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol.
ADVERTISEMENT
RUU Larangan Minuman Beralkohol merupakan inisiatif DPR yang diusulkan sejumlah anggota dari Fraksi PPP, PKS, dan Gerindra. Total ada 21 orang pengusul.
Jika RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang, maka setiap orang yang memproduksi, menjual, menyimpan, maupun mengkonsumsi minuman alkohol bisa terancam pidana.
Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19 seperti dikutip kumparan dari draf RUU tersebut, Sabtu (14/11).
ADVERTISEMENT
Dalam laporan berjudul Urgensi Lahirnya UU Larangan Minuman Beralkohol dalam Kehidupan Bernegara, menyebutkan sepanjang periode tahun 2014, 2015, dan 2016, total volume produksi miras berdasarkan pembayaran cukai berturut-turut yakni 311 juta liter, 248 juta liter, dan 282 juta liter.
Bahaya Minuman Alkohol Bagi Anak Foto: Pixabay

Dampaknya Aturan Minuman Alkohol Bagi Penerimaan Negara

Pelarangan minuman alkohol juga akan berdampak pada penerimaan negara. Sebab minuman mengandung etil alkohol (MMEA) juga dikenakan cukai.
Penerimaan negara dari peredaran MMEA yakni pada tahun 2014 sebesar 5,29 triliun, tahun 2015 sebesar Rp 4,55 triliun, dan tahun 2016 sebesar Rp 5,30 triliun.
Adapun penerimaan cukai dari MMEA hingga akhir September 2020 sebesar Rp 3,61 triliun, turun 23,02 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pemerintah menargetkan penerimaan dari MMEA mencapai Rp 7,1 triliun sepanjang 2020.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Syarif Hidayat, mengatakan cukai minuman beralkohol tidak terlalu signifikan ke penerimaan secara keseluruhan. Menurutnya selama ini yang berdampak besar adalah dari cukai hasil tembakau.
Pihak Ditjen Bea dan Cukai juga akan mempelajari lebih dalam lagi dampak yang terjadi pada RUU Pelarangan Minuman Beralkohol ini jika benar-benar disahkan menjadi UU.
Syarif menuturkan, Ditjen Bea dan Cukai dalam melakukan penarikan cukai dan pengawasan terhadap minuman beralkohol mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 1995 jo UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
"Kami hanya melaksanakan saja amanah UU. Kalau memang pada ujungnya ada kesepakatan antara DPR dan pemerintah, kita siap amankan keputusan apa pun," kata dia.
Pemusnahan Minuman Alkohol dan Tembakau Ilegal Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Larangan Minuman Alkohol Tak Boleh Matikan Ekonomi Masyarakat
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar AA Bagus Adhi Mahendra Putra menekankan, RUU Larangan Minuman Beralkohol tidak boleh mengesampingkan kearifan lokal tiap daerah, seperti Bali.
Menurut dia, Bali merupakan daerah destinasi pariwisata yang digemari wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara yang mengkonsumsi alkohol. Belum lagi, kegiatan adat masyarakat Bali salah satunya adalah arak dan brem.
Dalam RUU tersebut juga terdapat klausul yang mengancam orang yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan atau mengkonsumsi minuman beralkohol di Indonesia dengan hukuman pidana penjara dan denda. Menurut Bagus, minuman beralkohol menjadi salah satu sektor yang mampu mendorong ekonomi rakyat.
"Kalau di Bali kita bicara miras, satu kebutuhan pariwisata, yang kedua itu bisa menggerakkan ekonomi kerakyatan. Jadi untuk membuat arak saja itu beberapa rangkaian masyarakat, dari dia manjat kelapa dan sebagainya. Itu hidup ekonomi kerakyatannya di situ," terangnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR RI agar mempertimbangkan kearifan lokal dan perekonomian masyarakat terkait dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut.