Minyak Goreng Mahal, Kemendag Minta Masyarakat Tak Salahkan Program Biodiesel

8 Maret 2022 21:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Imbas dari kelangkaan dan masih mahalnya minyak goreng di pasaran, tidak sedikit masyarakat yang menyalahkan penyerapan crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit untuk program B30 atau campuran biodiesel sebesar 30 persen dan 70 persen solar.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan program B30 seharusnya tidak dipermasalahkan dan menjadi biang kerok dalam persoalan sulitnya akses minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh masyarakat.
"Jangan salahkan biodiesel, pertama biodiesel itu sudah ada sebelum kebijakan penurunan harga minyak goreng dan sudah berjalan bertahap dari mulai B10, B20, dan terakhir B30," ujar Oke saat Dialog Aktual, Selasa (8/3).
Dia menuturkan, program B30 malah sangat menguntungkan bagi perekonomian Indonesia dan berkontribusi besar bagi kinerja ekspor dari sektor non migas di tahun 2021 kemarin, di mana produksi CPO menurun tapi tetap menjadi komoditas ekspor terbesar kedua setelah batu bara.
Pengujian bahan bakar B30 sudah 80 persen. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
Oke menjelaskan, kebijakan minyak goreng dan biodiesel tidak bisa disangkut pautkan karena alokasinya berbeda. Selain itu, harga minyak goreng memang sudah bergantung kepada harga CPO internasional sejak sebelum ada kebijakan hilirisasi CPO untuk program biodiesel di tahun 2012.
ADVERTISEMENT
"Setelah 2012 dengan penerapan bea keluar ada program hilirisasi, produsen sawit akan lebih tertarik memasok ke dalam negeri daripada ekspor. Kombinasi antara bea keluar dan pungutan ekspor menjamin ketersediaan pasokan dalam negeri karena lebih menarik," tutur Oke.
Hal ini membuat pasar dalam negeri tidak bisa lagi menampung produksi CPO yang besar, sehingga sisanya diekspor. Oke melanjutkan, saat kemunculan program hilirisasi biodiesel ini pun harga minyak goreng masih bergantung kepada harga CPO internasional.
Sehingga, pemerintah akhirnya menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sawit bagi para produsen sebesar 20 persen dari total produksi, dan penetapan Domestic Price Obligation (DPO) untuk CPO seharga Rp 9.300 per kg dan olein Rp 10.300 per kg, melalui Permendag No 6 Tahun 2022.
ADVERTISEMENT
"Sekarang ternyata melonjaknya harga CPO internasional berdampak tidak berkah bagi minyak goreng jadi tinggi, dengan Permendag bisa melepas harga minyak goreng dari harga internasional dengan bantuan para eksportir," jelas Oke.
"Ini prosesnya sampai sekarang, jadi biodiesel tidak ada kaitannya karena sudah ada alokasinya sendiri," tambahnya.