Minyak Kelapa Bisa Diolah Jadi Bioavtur, Jepang Siapkan Pabrik di Banyuasin

27 September 2024 19:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah sampel produk bahan bakar hasil olahan dari minyak kelapa sawit yang di produksi oleh Green Refinery Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap. Foto: Idhad Zakaria/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah sampel produk bahan bakar hasil olahan dari minyak kelapa sawit yang di produksi oleh Green Refinery Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap. Foto: Idhad Zakaria/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Minyak kelapa dapat diolah menjadi produk turunan salah satunya adalah bioavtur. Melihat prospek cerah untuk transisi energi hijau dari turunan buah kelapa ini, investor Jepang menginisiasi teknologi pengolahan buah kelapa menjadi Crude Coconut Oil atau minyak kelapa mentah.
ADVERTISEMENT
Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Leonardo A.A Teguh Sambodo menyebut teknologi yang dikembangkan Jepang dapat mengolah minyak kelapa menjadi bioavtur sebagai alternatif selain kelapa sawit.
“Mereka mulai mencari sourcing selain kelapa sawit yaitu [minyak kelapa] kemudian mereka melihat [minyak] kelapa menjadi salah satu potensi,” katanya dalam Media Briefing Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2024-2025 di Komplek Megaria, Cikini, Jakarta Pusat pada Jumat (27/8).
Leonardo bilang masuknya investor Jepang untuk pengolahan kelapa menjadi bioavtur diinisiasi oleh Indonesia Japan Business Network (IJBNet). Saat ini, IJBNet juga sedang menyiapkan pabrik CNO di Banyuasin, Sumatera Selatan.
Walau begitu, pengolahan CNO menjadi bioavtur masih dilakukan di Jepang. Leonardo bilang, untuk memproduksi bioavtur di Indonesia, diperlukan lima pabrik CNO di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
“Nah pengolahannya sayangnya masih di Jepang. Bioavtur itu baru bisa diproduksi di Indonesia apabila pabrik dari CNO ini bisa yang CNO berbasis kelapa yang non-standar ini bisa diperbanyak menjadi lima. Jadi ini ada tahap-tahapan yang perlu kita siapkan untuk bisa menangkap ruang yang terbuka,” jelas Leonardo.
Nantinya kelapa yang dipakai adalah kelapa afkir yang tidak digunakan untuk kebutuhan pangan. Hal ini menjadi menurut Leonardo menjadi salah satu inovasi karena kelapa afkir selama ini banyak dibuang.
“Nah, sehingga yang dipakai adalah bahan baku kelapa afkir atau kelapa non-standar. Jadi kelapanya yang kecil, air yang sedikit, gitu ya. Sehingga kelapa-kelapa afkir ini yang selama ini dibuang, akhirnya bisa dimanfaatkan,” lanjutnya.
Penggunaan kelapa afkir untuk diolah menjadi CNO yang nantinya akan menjadi bioavtur juga didasari persaingan penggunaan kelapa yang selama ini lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pangan.
ADVERTISEMENT
“Tentu mereka sadar ini persaingan penggunaan kelapa dengan pangan kan sangat tinggi. Karena sebagian besar kelapa memang sekarang digunakannya untuk pangan,” kata Leonardo lebih lanjut.
Leonardo juga melihat jika ke depan budidaya kelapa di Indonesia semakin maju maka jumlah kelapa afkir akan menurun. Maka dari itu, pihaknya mendorong agar investasi terhadap kelapa afkir tetap ada.
Soal penggunaan kelapa afkir yang diolah menjadi CNO untuk menjadi bioavtur, Leonardo bilang sudah ada sertifikasi untuk CNO.
“Karena ternyata ini sudah mendapatkan persetujuan dari lembaga internasional yang memang menyetujui apakah bioavtur dari kelapa ini bisa digunakan dan aman digunakan dan itu sudah mendapatkan sertifikatnya,” katanya lebih lanjut.
Penggunaan CNO dari kelapa juga dipandang Leonardo lebih unggul dari kelapa sawit. Hal ini karena penggunaan kelapa sawit sebagai bahan bioavtur belum memiliki sertifikat.
ADVERTISEMENT
“Dan ini menjadi salah satu keunggulan dari kelapa (sawit). Kenapa? Karena yang kelapa sawit belum mendapatkan sertifikatnya,” sebutnya.