Mirza Adityaswara Dicecar Kasus Century dan Jiwasraya Saat Fit & Proper Test OJK

6 April 2022 15:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon Wakil Ketua DK OJK Mirza Adityaswara mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI DPR RI, Rabu (6/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Calon Wakil Ketua DK OJK Mirza Adityaswara mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI DPR RI, Rabu (6/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Mirza Adityaswara membeberkan soal perannya dalam kasus Bank Century dan Jiwasraya. Dia menjelaskan hal tersebut setelah beberapa anggota Komisi XI DPR saat fit and proper test Calon Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK), Rabu (6/4).
ADVERTISEMENT
Pertama, saat kasus Bank Century yang saat ini menjadi Bank Mutiara, Mirza menjabat sebagai Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2012-2013.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar, Misbakhun, mempertanyakan peran Mirza saat adanya injeksi dana oleh LPS sebesar Rp 6,7 triliun, walaupun pada Maret 2010 pansus hak angket Bank Century memutuskan opsi C bahwa bailout Bank Century melanggar hukum.
"Tapi LPS tetap menginjeksi dana terhadap Bank Mutiara pada saat itu, kelanjutan Century, sehingga tahun 2009 sampai 2013 laporan keuangan LPS disclaimer oleh BPK, dan bapak adalah salah satu komisioner LPS," ujarnya, Rabu (6/4).
Menjawab pertanyaan Misbakhun, Mirza menjelaskan bahwa Bank Mutiara memang sudah masuk jatuh tempo divestasi walaupun sudah ada modal negara yang masuk.
ADVERTISEMENT
"Portofolio Bank Mutiara ternyata masih belum sehat, sehingga diperkirakan bahwa perlu pencadangan dan proses investasi harus sudah dilakukan. Waktu kami masuk di LPS status keuangan disclaimer dan waktu itu kami siapkan untuk divestasi," jelas Mirza.
Dengan kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas perbankan pada saat itu meminta permodalan Bank Mutiara harus ditambah oleh LPS.
"Jadi saat itu LPS menambah modal, baru kemudian proses divestasi dilakukan. Itu keputusan politik dan kenyataannya sudah ada modal di dalamnya, LPS harus melakukan divestasi," tutur Mirza.
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Kasus Jiwasraya

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad mempertanyakan saat karier Mirza sebagai anggota DK OJK Ex-Officio dari BI pada 2015. Pada saat itu, menurut dia, kasus Jiwasraya sedang berada di puncaknya.
ADVERTISEMENT
Mirza menjelaskan, kasus Jiwasraya memang baru meletup di tahun 2020 saat pasar modal runtuh karena pandemi COVID-19. Dengan begitu, dia menegaskan harus ada transformasi di tubuh pengawas Institusi Keuangan Non Bank (IKNB).
Salah satunya dengan memperkuat kompetensi sumber daya manusia (SDM) untuk mengawasi portofolio lembaga asuransi dan dana pensiun, baik itu melalui pelatihan kerja, permagangan, dan program lain.
"Kompetensi dari para pengawas di IKNB menjadi penting sekali untuk memahami portofolio dari suatu asuransi dan dana pensiun, sekarang sebagian besar di pasar modal, tentu ada saham bagus, ada masih goreng-goreng, ada obligasi bagus dan emiten yang perlu pembenahan," jelasnya.
Selain itu, dia juga menggarisbawahi soal OJK yang saat itu belum dilibatkan dalam rapat-rapat dengan eksekutif lain, seperti Kementerian Keuangan dan BI walaupun tugasnya adalah sebagai pengawas lembaga keuangan terintegrasi.
ADVERTISEMENT
"Pada saat kami tidak ada rapat, rapat-rapat ada di wilayah eksekutif menurut kami seharusnya bisa masuk, harus bisa, organisasi OJK jangan kaku," kata Mirza.