Misi Anies & Prabowo Ingin Pisahkan DJP dari Kemenkeu Dinilai Tak Relevan

28 Oktober 2023 15:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres 2024: Anies, Ganjar, dan Prabowo. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Capres 2024: Anies, Ganjar, dan Prabowo. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Isu pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencuat kembali setelah dua pasangan calon, Anies-Cak Imin dan Prabowo-Gibran, mengusungnya sebagai janji kampanye.
ADVERTISEMENT
Misi tersebut sudah dibawa Presiden Jokowi saat kampanye Pilpres 2014. Dalam perjalanannya, pemerintah akhirnya urung membentuk otoritas pengelola pajak independen yang langsung bertanggung jawab kepada presiden.
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menjelaskan pemisahan DJP dan Kemenkeu terakhir dibahas dalam RUU Tentang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan (RUU KUP), namun akhirnya tidak dilanjutkan.
Fajry menilai, desakan pemisahan dua entitas tersebut dimulai karena dahulu ada isu kekurangan pegawai DJP. Salah satu solusinya saat itu dengan membuat lembaga penerimaan negara sendiri sehingga DJP bebas melakukan rekrutmen.
Kini, DJP sedang mengembangkan core tax system atau PSIAP. Ada beberapa hal yang digodok mulai dari business intelligence sampai compliance risk management (CRM) yang akan mengoptimalkan penggunaan manusia, sehingga kebutuhan pegawai baru semakin berkurang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lanjut Fajry, reformasi juga tengah dilakukan melalui kebijakan administrasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan pegawai dan kepatuhan sukarela.
Ilustrasi Gedung Kementerian Keuangan RI. Foto: Wulandari Wulandari/Shutterstock
"Dengan kata lain, secara historis isu pemisahan DJP dengan kemenkeu sudah tak relevan lagi. Raison d'etre dari pemisahan ini sudah tak relevan lagi. Mungkin bisa tanya ke timses masing-masing kenapa masih ada poin tersebut," tegas dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan pemisahan DJP dan Kemenkeu sangat mungkin dilakukan, karena sudah pernah direncanakan sebelumnya melalui RUU KUP.
"Tapi, ketika Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan, rencana tersebut sirna sehingga DJP tetap di bawah Kemenkeu," katanya.
Prianto menilai, seperti halnya praktik di beberapa negara, pemisahan antara otoritas pajak berbentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) dengan Kemenkeu itu bertujuan agar BPN dapat fokus pada intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan.
ADVERTISEMENT
"Pemisahan tersebut ada di ranah politik karena harus mengamandemen UU KUP yang sudah direvisi melalui UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan)," tambahnya.
Contoh negara yang memisahkan otoritas pajak dari Kemenkeu antara lain Amerika Serikat (AS) dengan Internal Revenue Service (IRS), Singapura dengan IRAS (Inland Revenue Authority of Singapore), Malaysia dengan LHDN (Lembaga Hasil Dalam Negeri), dan Australia dengan ATO (Australian Tax Office).

Apa Dampaknya Jika DJP Jadi Lembaga Sendiri?

Prianto membeberkan dampak positif dari kebijakan tersebut yakni agar presiden dapat langsung berkoordinasi dengan kepala Badan Penerimaan Negara yang bisa disejajarkan dengan kementerian. Badan ini juga dapat fokus kepada revenue collection.
Sementara itu, dampak negatif akan terjadi pada di Kemenkeu karena institusinya hanya fokus pada pengeluaran (tax expenditure) dan akan ada perubahan besar-besaran dalam institusi.
ADVERTISEMENT
"Ada sekitar 40 ribuan pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai akan bedol desa ke institusi baru tersebut. Untuk itu, harus ada budaya kerja baru di institusi baru tersebut," pungkas Prianto.
Sebelumnya, Pasangan Anies-Cak Imin berjanji akan membangun kelembagaan yang berintegritas dan akuntabel, melalui pembagian kewenangan yang harmonis antar-instansi. Salah satunya dengan merealisasikan Badan Penerimaan Negara.
Gedung Dirjen Pajak Foto: Helmi Afandi/kumparan
"Merealisasikan badan penerimaan negara di bawah langsung Presiden untuk memperbaiki integritas dan koordinasi antar-instansi guna menaikkan penerimaan negara," seperti dikutip kumparan dari misi 2 poin 8 laporan visi misi Anies-Cak Imin, Minggu (22/10).
Sementara itu, pemisahan DJP dan Kemenkeu juga tercantum dalam visi misi dan program kerja Prabowo-Gibran yang berjudul Prabowo Gibran 2024 bersama Indonesia Maju. Mereka ingin membentuk Badan Penerimaan Negara yang akan bertugas mengelola berbagai penerimaan negara, salah satunya pajak.
ADVERTISEMENT
Dalam dokumen itu dijelaskan, sebagian pembangunan ekonomi perlu dibiayai dari anggaran pemerintah. Kemudian, anggaran pemerintah perlu ditingkatkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak (PNBP).
"Untuk itu, negara membutuhkan terobosan konkret dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri. Pendirian Badan Penerimaan Negara ditargetkan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 23 persen," tulis dokumen yang diterima kumparan, dikutip Kamis (26/10).