Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mitratel (MTEL) Kembangkan BTS Terbang, Ditargetkan Beroperasi Mulai 2026
6 Agustus 2024 8:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Emiten telekomunikasi PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel menargetkan base transceiver station (BTS) terbang atau wahana dirgantara super (high-altitude platform station/HAPS) beroperasi secara komersial pada 2026 mendatang.
ADVERTISEMENT
HAPS merupakan pesawat tanpa pengemudi dengan fungsi yang sama dengan BTS atau stasiun pemancar pada umumnya, hanya saja HAPS tidak berdiri menjulang dari permukaan tanah.
Mengutip laman Kominfo, HAPS merupakan teknologi yang menyediakan layanan wireless narrowband dan telekomunikasi broadband. Teknologi ini mirip dengan sistem satelit, namun HAPS beroperasi menggunakan balon udara atau drone bertenaga matahari pada ketinggian 5–20 km di lapisan stratosfer.
Direktur Investasi MTEL Hendra Purnama menuturkan, saat ini pihaknya masih menggelar sederet penelitian dan pengembangan terkait teknologi baru ini, seiring dengan penggandengan produsen sekaligus operator platform HAPS Zephyr, yaitu AALTO HAPS Ltd.
Dia bilang, riset dan pengembangan ini ditargetkan rampung tahun depan, kemudian 2026 mulai dioperasikan secara komersial.
"Kita targetkan di tahun 2025 itu sudah bisa selesai (riset dan pengembangannya) commercially ready (siap untuk beroperasi komersial) di tahun 2026,” tutur Hendra dalam Media Gathering Mitratel 2024 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Senin (5/8).
ADVERTISEMENT
Hendra menjelaskan HAPS yang dikembangkan oleh Mitratel dengan AALTO akan dinamai Flying Tower System (FTS).
Teknologi ini, lanjut Hendra, dapat menyaingi dan jauh lebih canggih dari satelit orbit bumi rendah atau low earth orbit (LEO) seperti halnya Starlink.
"Latensinya dari HAPS itu antara 5-10 milidetik jauh lebih baik dari teknologi LEO yang ada saat ini contohnya starlink yang (memiliki lantensi) ada di 50-an milidetik," jelas Hendra.
Hendra tidak menampik jika kapasitas HAPS ini lebih kecil dari BTS, sebab hanya memiliki berat 100 kg per unit.
"HAPS ini targetnya itu beratnya sekitar 100 kg device dengan 100 kg include baterai segala macam, tidak bisa mengalahkan BTS yang secara size lebih besar, watt lebih kuat, itu tidak bisa sestabil atau istilahnya kapasitas sebesar itu," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Hendra menyebut tujuan dibesutnya teknologi ini adalah untuk mengatasi persoalan jaringan telekomunikasi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Artinya kelebihan HAPS adalah mrnjangkau area-area yang sulit dijangkau oleh BTS.
Terlebih Handra mengklaim HAPS jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan satelit LEO dari segi biaya investasi dan operasional.
"Tetapi untuk jarak tertentu apalagi yang remote itu bisa digantikan oleh HAPS dengan biaya jauh lebih murah dibandingkan LEO atau starlink. Bayangin starlink satu satelit saja butuh roket ini, untuk terbangin hanya butuh landasan pacu enggak lebih dari 100 meter, untuk basenya hanya diperlukan satu itu nggak cuma cover indonesia tetapi bisa sampai regional," terangnya.
Sehingga teknologi ini dipandang akan membuat cost operational expenditure (opex) perusahaan lebih efisien. Satu HAPS nantinya akan berdiam di satu tempat selama enam bulan.
ADVERTISEMENT
"Jadi cukup satu di indonesia bisa untuk di Malaysia, Filipina, Singapura kebayang dari sisi capex lebih efisien dari sisi opex pun jauh lebih efisien tidak perlu astronot untuk mengendalikan drone autonomus tanpa pilot, kita tentukan di mana dia akan stay, targetnya akan stay di 6 bulan maksimal saat ini sudah di 64 hari jadi research and development still on going tahapan next year bisa ready," terangnya.