MK Perintahkan UU Cipta Kerja Harus Direvisi, Pemerintah & Buruh Buka Suara

26 November 2021 7:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi membawa poster saat melakukan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (28/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi membawa poster saat melakukan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (28/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil. Sehingga pemerintah harus melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja ini.
ADVERTISEMENT
Waktu yang diberikan untuk perbaikan yakni 2 tahun. Bila perbaikan tak rampung dalam waktu 2 tahun, maka UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional.
Pemerintah Buka Suara
Pemerintah memastikan menghormati dan mematuhi putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terkait Omnibus Law dan memerintahkan adanya perbaikan dalam UU Cipta Kerja tersebut. Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan putusan MK juga menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku.
"Kedua, putusan MK telah menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai tenggang waktu yang ditetapkan MK yaitu harus dilakukan perbaikan paling lama 2 tahun sejak putusan dibacakan," ungkap Airlangga.
Airlangga menjelaskan, putusan MK menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
"Selanjutnya pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan UU dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan MK lainnya sebagaimana dimaksud dalam putusan MK tersebut," tutur Airlangga.
Buruh Puji Putusan MK
Kalangan buruh dan serikat pekerja memuji putusan MK soal Omnibus Law UU Cipta Kerja. Deni Ferdiansyah, seorang buruh yang turut dalam aksi damai di luar gedung MK, mengatakan hakim telah berpihak pada pekerja.
"Kami takut Mahkamah Konstitusi pro pemerintah, tapi alhamdulillah mereka (hakim) masih menggunakan hati nuraninya," kata Deni, Kamis (25/11).
Dia menyebut Omnibus Law telah membuat buruh menderita, terutama terkait aturan Upah Minimum. Aturan lain dalam UU Cipta Kerja yang dikeluhkan kalangan buruh dan serikat pekerja, yakni soal pesangon, tenaga kontrak dan outsourcing, serta ketentuan bahwa studi lingkungan hanya diperlukan untuk investasi berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan pekerja sangat menghargai putusan Mahkamah Konstitusi. Kaum buruh minta agar segala hal yang terkait dengan kebijakan ketenagakerjaan yang strategis dan berimplikasi lebih luas, perlu dihentikan.