Mothercare Akan Tutup 60 Gerai, 900 Pekerjanya Kena PHK

10 Juli 2018 11:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung melintasi toko balita "Mothercare" di Wood Green High Street, London utara. (Foto:  AFP PHOTO / Tolga Akmen)
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung melintasi toko balita "Mothercare" di Wood Green High Street, London utara. (Foto: AFP PHOTO / Tolga Akmen)
ADVERTISEMENT
Pengelola jaringan global toko perlengkapan ibu dan bayi, Mothercare, dilaporkan akan menutup 60 gerai mereka. Akibatnya, jumlah pekerja yang akan terkena PHK diperkirakan mencapai 900 orang.
ADVERTISEMENT
Jumlah itu lebih banyak dari perkiraan semula. Mothercare sebelumnya diproyeksikan menutup 50 toko, dengan jumlah pekerja yang terkena PHK sebanyak 800 orang.
Akibatnya, jumlah pekerja yang bakal terkena PHK bertambah dari semula 800 orang menjadi 900 orang. Dikutip dari BBC, perusahaan belum memberikan rincian tentang toko mana yang akan tutup.
Untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, perusahaan yang bermarkas di Watford, Inggris, itu akan menerbitkan saham baru (rights issue) senilai 32,5 juta pound atau sekitar Rp 618 miliar. Chief Executive Mothercare, Mark Newton-Jones mengatakan, kerugian yang diderita bisnisnya terjadi akibat kurangnya investasi.
Mothercare (Foto: Tolga Akmen / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Mothercare (Foto: Tolga Akmen / AFP)
“Akibatnya kita sulit melakukan inovasi dan pengembangan. Namun dengan penerbitan saham baru, memungkinkan perusahaan memodernisasi bisnisnya,” katanya. Jones menambahkan, transformasi bisnis harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan bisnis ritel yang drastis.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya penutupan sebagian gerai Mothercare, diproyeksikan masih akan ada 77 toko yang beroperasi di Inggris Raya pada pertengahan 2019. Perusahaan masih memproyeksikan penutupan toko, hingga pada akhir 2021 menjadi hanya sebanyak 73 toko.
Dia mengungkapkan, bisnis Mothercare di luar Inggris saat ini justru tumbuh lebih baik. Hal ini ditunjukkan dari pendapatan perusahaan, yang dua pertiganya berasal dari penjualan di luar Inggris Raya.
Industri ritel Inggris masih dilanda kelesuan, akibat lemahnya penjualan. Pemicunya adalah persaingan dengan toko online, serta tingginya biaya operasional. Sejumlah toko ritel terkemuka yang menutup gerainya, antara lain Maplin dan Toys R Us, termasuk Marks & Spencer, serta House of Fraser.