MRT Jakarta, TOD dan Upaya Mengajak Warga Beralih ke Transportasi Publik

1 Juli 2022 13:27 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di acara Penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan MRT Fase 2 di Stasiun MRT  Bundaran HI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di acara Penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan MRT Fase 2 di Stasiun MRT Bundaran HI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
"TOD sering dipahami sebagai pembangunan kompleks perumahan sekitar stasiun, bukan itu. TOD adalah mengubah mindset dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi pengguna kendaraan umum.”
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai penandatanganan perjanjian kerja sama pembangunan konstruksi MRT Jakarta Fase 2 Bundaran HI-Ancol Barat, Senin, 17 Februari 2020. Anies meyakini TOD atau Transit Oriented Development yang akan dibangun di sekitar stasiun MRT dapat mengubah cara pandang masyarakat.
Anies menegaskan pembangunan moda transportasi publik harus mengikuti perkembangan pola tata ruang. Sebab, keduanya merupakan satu kesatuan yang harus saling memenuhi agar tercapainya tujuan mengubah perilaku warga Jakarta.
Apa yang disampaikan Anies tampaknya sudah ditangkap oleh PT MRT Jakarta. Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar dalam kesempatan yang sama dengan Anies saat itu langsung memastikan kalau TOD segera dikerjakan.
Sembari menggarap Fase 2, PT MRT Jakarta terus berupaya menyelesaikan konsep dan pembangunan TOD di jalur Fase 1 atau dari area Stasiun Lebak Bulus ke Bundaran HI.
ADVERTISEMENT
“Pembangunan seluruh Stasiun MRT Fase II ini akan langsung dikerjakan dengan pengembangan TOD yang meliputi penataan jalur pejalan kaki, pesepeda, penyiapan infrastruktur kawasan, RTH, hingga pendirian perumahan terjangkau,” ungkap William.
Dirut MRT William Sabandar memberi sambutan di acara Penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan MRT Fase 2 di Stasiun MRT Bundaran HI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Seiring berjalannya waktu, pembangunan TOD di Fase 1 sudah digarap dan diharapkan ada yang bisa selesai dalam waktu dekat hingga di 2023. Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta, Farchad Mahfud, mengungkapkan ada 5 konsep atau tema yang diusung yaitu gerbang suar Jakarta, ruang atas dinamis, green creative hub, kolase aktivitas pusat Jakarta, dan kolaborasi gerak.
Farchad menjelaskan pengembangan kawasan Stasiun Lebak Bulus menggunakan tema gerbang suar Jakarta. “Gerbang suar Jakarta ini mau mewujudkan pergerakan dan ketersediaan ruang publik untuk memperkuat sistem penghubung antar lahan pembangunan di dalam kawasan yang terintegrasi pada lahan-lahan pengembangan baru dengan fasilitas-fasilitas transit di Selatan Jakarta,” kata Farchad saat Forum Jurnalis MRT Jakarta, Rabu (27/4).
ADVERTISEMENT
Pengembangan di Stasiun Lebak Bulus adalah adanya Simpang Temu Lebak Bulus. Pengembangan infrastruktur Simpang Temu Lebak Bulus terdiri dari 2 bagian, yaitu Transit Plaza depan Poins dan Jembatan Interkoneksi sepanjang 200 meter dari Stasiun MRT Lebak Bulus Grab ke Transit Plaza depan Poins. Ada juga Teras Temu Lebak Bulus.
Lahan Park and Ride Lebak Bulus berada di lahan eks terminal Lebak Bulus yang memiliki potensi untuk dimaksimalkan menjadi pengembangan campuran yang mengedepankan kepentingan pengguna moda transportasi publik dan pelaku perjalanan.
Spanduk petunjuk arah shelter Stasiun MRT Lebak Bulus. Foto: Andesta Herli Wijaya/ kumparan
Selanjutnya, pengembangan TOD di Stasiun Fatmawati bertema ruang atas dinamis. Pengembangan yang dilakukan adalah membangun Tera Arta Fatmawati (One Belpark) atau hunian terintegrasi di kawasan TOD tersebut. Proyek Tera Arta Fatmawati dengan luas lahan ± 47.000 m2 dilaksanakan dalam rangka penyediaan hunian di Kawasan Berorientasi Transit Fatmawati.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pengembangan TOD di Stasiun Blok M-Sisingamangaraja/Asean akan bertema green creative hub. Di kawasan stasiun tersebut akan dibangun Taman Literasi Martha Christina Tiahahu. Proyek infrastruktur taman tersebut seluas ± 9000 m2 merupakan upaya aktivasi ruang hijau publik dengan meningkatkan fungsi dan kegiatan pada taman.
Ada juga Plaza Transit Mahakam. Plaza Transit Mahakam dirancang untuk mengoptimalisasi badan jalan dan ruang terbuka hijau sebagai ruang transit pada kawasan dan juga sebagai solusi penataan melalui proses aktivasi kawasan sebagai pusat kuliner yang tertata dan menarik.
Berikutnya, pengembangan TOD di kawasan Stasiun Istora-Senayan bertema kolase aktivitas di pusat Jakarta. Di kawasan tersebut akan dibangun Pedestrian Tunbel Menara Mandiri.
Pengembangan infrastruktur Pedestrian Tunnel Menara Mandiri sepanjang ±140 meter akan menghubungkan Stasiun MRT Istora Mandiri dengan Menara Mandiri yang akan dilengkapi dengan fasilitas penunjang berupa retail yang dirancang ramah disabilitas sesuai dengan ketentuan.
Suasana di Stasiun MRT Dukuh Atas, Selasa (3/3). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Terakhir, pengembangan TOD di kawasan Dukuh Atas mengambil tema kolaborasi gerak. Kawasan Dukuh Atas diharapkan sebagai ruang gerak ramah pejalan kaki di pusat transit internasional Jakarta.
ADVERTISEMENT
Proyek yang akan dibangun adalah Serambi Temu Dukuh Atas. Pembangunan infrastruktur berupa Jembatan Penyeberangan Multiguna yang akan menghubungkan Stasiun LRT Jabodebek Dukuh Atas dengan Stasiun KCI Sudirman sepanjang ±265 meter.
Ada juga proyek Simpang Temu Dukuh Atas yang merupakan pembangunan Transport Hub yang berfungsi sebagai area Transit Hub sarana angkutan umum massal yang berlokasi di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat. Bangunan dengan luas ± 15.000 m2 dengan ketinggian 11 lantai dilengkapi dengan fungsi perkantoran, retail dan pasar modern.
Selanjutnya ada Pedestrian Tunnel Plaza UOB sepanjang ± 80 meter yang akan menghubungkan Stasiun MRT Dukuh Atas BNI dengan Plaza UOB yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti retail dan storage room yang dirancang ramah disabilitas.
ADVERTISEMENT
Kemudian ada Pedestrian Jalan Blora seluas ±2700 m2 yang merupakan sarana peningkatan konektivitas Kawasan Dukuh Atas dan mendukung fungsi transit pada kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas BNI.
Ada juga Simpang Terintegrasi Stasiun Karet yang diharapkan akan mengubah area di bawah flyover Jalan K.H. Mas Mansyur menjadi titik transit antarmoda yang akan memudahkan perpindahan moda bagi para pengguna transportasi publik.
Mewujudkan TOD di Jakarta Tidak Mudah
Rencana yang sudah dikerjakan PT MRT Jakarta tentu bukan perkara mudah, khususnya dalam menerapkan kawasan TOD. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan masyarakat saat ini masih banyak bergantung pada kendaraan pribadi dibanding transportasi umum.
Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno. Foto: Facebook/Djoko Setijowarno
"Hingga sekarang TOD di Indonesia belum bisa seperti di luar negeri. Kebergantungan pada kendaraan pribadi masih cukup tinggi," ujar Djoko kepada kumparan, Jumat (1/7)
ADVERTISEMENT
Djoko merasa kondisi tersebut bisa membuat pemanfaatan TOD menjadi kurang maksimal. Untuk itu, Djoko menyarankan PT MRT Jakarta bisa menekankan integrasi antarmoda dengan operator transportasi lainnya di Jabodetabek, khususnya PT KAI dan PT Transjakarta.
"Iya memang harus ada juga koordinasi yang baik dengan operator lainnya seperti Transjakarta, KAI, hingga LRT Jabodebek," ungkap Djoko.
Integrasi transportasi di Jabodetabek juga sempat disoroti Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Budi Karya mendukung adanya integrasi. Namun, ia juga mengakui menghubungkan antarmoda transportasi tersebut tentu tidak mudah.
“Di Jabodetabek ada satu aglomerasi yang besar sekali, enggak mungkin kita membiarkan Jakarta itu sendiri. Mesti ada koneksi antara Jakarta dengan kota-kota yang lain,” kata Budi Karya saat acara Peresmian Penataan Kawasan Stasiun Tahap 2 yang ditayangkan di Youtube Jaklingko Indonesia, Rabu (29/9).
ADVERTISEMENT
Budi Karya menegaskan konektivitas transportasi mau tidak mau memang harus dilaksanakan dan didukung dengan adanya TOD. Ia akan berupaya membantu mewujudkannya.
Pada Selasa (21/6), Budi Karya bersama rombongan dari PT MRT Jakarta berangkat ke Jepang untuk bertemu dengan sejumlah pejabat dari kementerian terkait Jepang seperti Ministry of Land, Infrastructure, Transport, and Tourism (MILT), Japan Bank of International Cooperation (JBIC), Japan International Cooperation Agency (JICA), dan Prime Minister’s Special Advisor to the Cabinet Mori Masafumi, dan Ministry of Foreign Affairs (MOFA).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat kunjungan kerja ke Jepang. Foto: MRT Jakarta
Selain membicarakan percepatan pembangunan MRT Jakarta Fase 2 dan 3, kunjungan kerja tersebut juga menggelar TOD Seminar terkait pemaparan perkembangan pembangunan kawasan berorientasi transit dan titik potensial investasi di jalur tersebut.
ADVERTISEMENT
Respons peserta seminar TOD itu dianggap berjalan sangat baik. Ada lebih dari 10 perusahaan pengembang besar dari Jepang ikut dalam seminar ini. Selain dari MRT Jakarta, tim dari JICA juga menjelaskan tentang usulan kerangka kerja konsep TOD di Indonesia.
“Ini merupakan upaya kita untuk terus mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengakselerasi pembangunan MRT Jakarta,” ungkap William melalui keterangannya usai kunjungan ke Jepang.
Langkah PT MRT Jakarta terbang ke Jepang untuk membicarakan TOD tentunya upaya yang tidak salah. Pengembangan TOD di Jepang memang layak dijadikan acuan. Apalagi, upaya mewujudkan TOD di Jepang sudah dimulai puluhan tahun lalu, seperti yang terjadi di Minato Mirai, Jepang.
Minato Mirai, Kawasan TOD di Jepang yang Bisa Dicontoh MRT Jakarta
ADVERTISEMENT
kumparan pada akhir tahun 2019 sempat ikut berkunjung ke kawasan TOD Minato Mirai, Jepang. Tampak saat keluar dari stasiun sudah langsung tersambung dengan pusat perbelanjaan dengan naik eskalator. Pejalan kaki juga bisa leluasa berpindah tempat dari berbagai bangunan seperti gedung perkantoran ke bangunan lainnya.
Kawasan TOD Minato Mirai, Jepang. Foto: Moh Fajri/kumparan
Pembangunan TOD baiknya dari awal dikerjakan secara bersama-sama saat mulai membangun transportasi dengan pusat perbelanjaan hingga sebuah hunian. Pembangunan secara bersama-sama itu tentu bisa mempercepat pengerjaan dan memperbesar manfaat dari suatu kawasan.
Meski begitu, dalam proses pembangunannya harus diikuti kerja sama yang baik khususnya antara pemerintah dan swasta.
“Jadi melakukan pengembangan seperti ini (TOD) banyak manfaat seperti mempercepat pengerjaan, mengurangi pencemaran dan lain-lain,” kata Yosuke Uenaka yang saat itu menjabat Senior Officer Business Promotion Divison Urban Renaissance Agency (UR) saat di Yokohama, Jepang.
ADVERTISEMENT
UR menjadi salah satu badan usaha milik pemerintah Jepang yang bertanggung jawab mengerjakan kawasan TOD Minato Mirai, Yokohama. Kawasan TOD Minato Mirai menjadi wilayah integrasi antara transportasi, perumahan sampai pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di Jepang.
Yosuke menjelaskan, pembangunan TOD di Minato Mirai sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1965. Ada beberapa alasan mengapa Minato Mirai dipilih untuk dikembangkan wilayahnya mulai dari untuk memperkuat kemandirian Yokohama, meningkatkan Yokohama sebagai kota pelabuhan, sampai ada pabrik galangan kapal dan tempat kargo yang ingin disatukan lokasinya.
Yosuke mengungkapkan, pihaknya bersama pemerintah bertugas di antaranya melakukan reklamasi dan membangun pelabuhan baru. Selain itu, tugas UR juga untuk konsolidasi tanah. Kemudian dari swasta membangun perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Pembangunan semakin digiatkan setelah pabrik galangan kapal dan tempat kargo berhasil dipindahkan pada tahun 1983.
Kawasan TOD Minato Mirai, Jepang. Foto: Moh Fajri/kumparan
“Jadi pembagian tugas pemerintah dan swasta. Pemerintah menyiapkan infrastruktur dasar di bawah, kemudian swasta ke atas gedung-gedungnya. Itu ada pembagian yang jelas dalam pembangunannya,” terang Yosuke.
ADVERTISEMENT
Dalam memaksimalkan proses pembangunan, Yosuke membeberkan, dibentuk juga sebuah badan pengembangan Minato Mirai yang beranggotakan perwakilan pemerintah dan pihak swasta. Pembentukan badan ini juga diikuti dengan kesepakatan bersama yang harus ditaati.
Yosuke menjelaskan, dalam kesepakatan itu termasuk diatur mengenai pembatasan penggunaan area, misal tata letak pembangunan kantor dan perumahan. Ketinggian bangunan dan pedestrian juga ditulis dalam kesepakatan yang dibuat.
Perkembangan kawasan itu semakin disempurnakan dengan adanya jalur kereta Minatomirai Line sejak tahun 2004. Ada 6 stasiun yang dilalui Minatomirai Line di 2019 lalu yaitu Stasiun Yokohama, Shin-takasihma, Minatomirai, Bashamichi, Nihon-odori, dan Motomachhi-Chukagai. Saat itu, penumpang Minatomirai Line di Jepang sudah mencapai 200 ribu orang setiap harinya.
Efek aktivitas ekonomi dari TOD Minato Mirai pada 2019 lalu sudah mencapai 5 triliun yen. Meski begitu, Yosuke memastikan, pihaknya tak hanya fokus mengembangkan dari segi bisnis saja. TOD tersebut juga dipikirkan mengenai aspek antisipasi bencana. Yosuke mencontohkan, salah satu langkahnya adalah membangun terowongan di bawah jalan raya sebagai saluran gas, listrik, air bersih, sampai air limbah.
ADVERTISEMENT
Nah, melihat proses pembangunan TOD di Minato Mirai dengan apa yang disampaikan William Sabandar saat penandatanganan perjanjian kerja sama pembangunan konstruksi MRT Jakarta Fase 2 Bundaran HI-Ancol Barat rasanya sudah tepat.
Transportasi publik MRT melaju di Jakarta, Jumat (20/5/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pembangunan harus dilakukan secara bersama-sama antara stasiun dengan fasilitas TOD di kawasan MRT. Harapannya, dengan adanya integrasi TOD dengan moda lainnya juga bisa membuat masyarakat semakin banyak yang mau beralih naik transportasi umum massal.
“Pembangunan seluruh Stasiun MRT Fase 2 ini akan langsung dikerjakan dengan pengembangan TOD yang meliputi penataan jalur pejalan kaki, pesepeda, penyiapan infrastruktur kawasan, RTH, hingga pendirian perumahan terjangkau,” tutur William.