MTI Sebut Pemerintah Belum Waktunya Kerek Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek

15 September 2024 21:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penumpang yang tertahan akibat gangguan KRL di Stasiun Depok Baru, Rabu (29/11/2023). Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penumpang yang tertahan akibat gangguan KRL di Stasiun Depok Baru, Rabu (29/11/2023). Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana pemerintah untuk mengerek kenaikan tarif tiket KRL Jabodetabek sebesar Rp 1.000-Rp 2.000 dinilai belum tepat selama pelayanan KRL Jabodetabek belum maksimal.
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menuturkan pengguna KRL khususnya wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) sebagai daerah pendukung Jakarta, akan sensitif jika tarif yang dibayar tidak sesuai dengan pelayanan yang didapat.
“Belum (waktunya). Masyarakat Bodetabek itu sensitif kalau harga, karena pelayanan sekarang ini nunggu kereta, bulan Maret kereta dari Tiongkok baru hadir,” kata Djoko kepada kumparan, Minggu (15/9).
Senada dengan Djoko, Ketua Bidang Perkeretaapian MTI Aditya Dwi Laksana juga memandang, pemerintah harus menyelesaikan sederet pekerjaan rumah terlebih dahulu sebelum menaikkan harga tiket KRL Jabodetabek. Meskipun pemerintah belum pernah mengerek kenaikan tarif KRL Jabodetabek sejak 2016.
Dia memandang kenaikan tarif perlu mem kondisi psikologis penumpang KRL Jabodetabek juga kondisi pelayanan saat ini.
ADVERTISEMENT
Dia menyoroti proses peremajaan rangkaian gerbong atau trainset KRL yang terkendala pembelian unit baru dari China dan PT Industri Kereta Api (Inka) yang membutuhkan waktu.
Sehingga, ada potensi penurunan kapasitas penumpang. Padahal, pada waktu tertentu, penumpang harus berdesakan di dalam KRL Jabodetabek.
“Saat ini ada potensi penurunan kapasitas layanan KRL karena peremajaan KRL masih harus menunggu pembelian KRL dari China dan INKA, sementara juga menunggu proses retrofit atau pembugaran sarana KRL yang sudah uzur di INKA yang memerlukan waktu panjang,” kata Aditya kepada kumparan, Minggu (15/9).
Selain itu, sebelum meneken kenaikan harga tiket, pemerintah juga harus menyelesaikan proses revitalisasi stasiun-stasiun transit. Sehingga pelayanan transit penumpang dapat lebih baik lagi.
“Oleh karenanya pelaksanaan penyesuaian tarif perlu dilakukan dengan cermat dan berhati-hati,” tutur Aditya.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan kumparan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sempat mengkaji tarif Commuter Line atau KRL naik Rp 1.000. Direktur Jenderal Perkeretaapian, Risal Wasal, memastikan kajian tersebut sampai saat ini belum diterapkan.
Risal menegaskan belum ada lagi rencana kenaikan tarif KRL. Ia menyebut kebijakan itu menunggu pemerintahan baru berlangsung setelah Oktober 2024.
Sebelumnya, terkait dengan armada, KCI menandatangani perjanian kerja sama untuk pengadaan 16 rangkaian gerbong KRL baru oleh PT INKA dengan total investasi hampir sebesar Rp 3,83 triliun. Lalu, INKA juga harus meretrofit 19 rangkaian KRL deegan total investasi lebih dari Rp 2,23 triliun.
Terakhir, dengan perusahaan China, KCI mengadakan tiga rangkaian KRL Baru Impor oleh CRRC Sifang, China dengan total investasi sekitar Rp 783 miliar.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, INKA kemudian hanya bisa memenuhi 2 peremajaan atau retrofit trainset KRL, dari kesepakatan sebanyak 19 trainset di semester II 2025. Dengan kekurangan tersebut, PT Kereta Commuter Indonesia atau KCI akan menambah impor KRL dari China sebanyak 8 trainset.
Rencananya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan menerima 3 rangkaian gerbong pada 2025. Sementara dari INKA, KCI tidak menjelaskan berapa rangkaian gerbong baru yang akan disetor INKA pada 2025.