Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mungkinkah Indonesia Swasembada Energi Lewat B100? Ini Kata Bos AALI
17 Februari 2024 18:51 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pemerintah terus menggencarkan bioenergi, salah satunya biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit. Saat ini, Indonesia sudah memasuki tahapan B35 alias solar dicampur dengan 35 persen Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dari minyak kelapa sawit .
ADVERTISEMENT
Mulai tahun 2023, pemerintah menaikkan kadar biodiesel dari B30 menjadi B35. Hal ini otomatis meningkatkan kebutuhan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dalam negeri.
Menurut perhitungan Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), Santosa, kenaikan kadar biodiesel tersebut membutuhkan 12 juta ton CPO setiap tahunnya.
"Dengan B35 itu menjadi 12 juta ton setahun, terus untuk bahan makanan baik konsumer atau B2B (business to business) kita kira-kira 8 juta, berarti 21 juta ton. Sementara produksi Indonesia 51 juta ton," ungkapnya saat Talk To CEO 2024, Jumat (16/2).
Seiring kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan, teknologi kini mampu menciptakan biodiesel murni alias B100. Indonesia digadang-gadang bisa mengimplementasi B100 sebagai bahan bakar kendaraan.
Salah satunya ide yang diusung Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Dalam berbagai kesempatan kampanye, dia optimistis Indonesia bisa mencapai swasembada energi dengan B100 untuk solar, dan etanol 100 persen (E100) untuk bensin.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, Indonesia kini bergantung pada impor minyak mentah dan BBM untuk kebutuhan dalam negeri, karena minimnya produksi hulu migas yang mengalami penurunan alamiah (natural decline).
Menurut Santosa, semakin tingginya kadar biodiesel, maka semakin tinggi produksi CPO Indonesia yang dikerahkan untuk program tersebut. Setidaknya, butuh 36 juta ton per tahun untuk menghasilkan B100.
Dengan demikian, porsi ekspor CPO akan terus menurun seiring meningkatnya kebutuhan biodiesel tersebut. Hal ini akan berdampak pula pada berkurangnya anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) untuk subsidi biodiesel yang ditopang oleh pungutan ekspor.
"Kalau enggak ada ekspor, yang nombok siapa? Buat saya hitungan ini saja, secara ekonomis begitu. Kecuali kalau harga sawitnya jatuh sekali, harga minyaknya luar biasa tinggi, kan emang enggak perlu disubsidi, enggak perlu ada support," tegasnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau dalam kondisi hari ini, untuk biodiesel itu perlu di-support pungutan ekspor yang dikumpulkan BDPKS dan itu di-generate karena ekspor, kalau nanti 100 persen dipakai di situ, yang support siapa? Ini kan industri support industri sendiri," tambah Santosa.
Sebelumnya, Prabowo Subianto yakin Indonesia dalam waktu dekat bisa swasembada energi. Keinginan tersebut bisa terwujud kalau ada kemauan memanfaatkan peluang keunggulan yang dimiliki Indonesia.
"Sebagai contoh saya baru berbicara dengan pakar pakar kita, dengan political will, dengan kehendak politik yang baik, yang tegas, yang teguh, dan yang berani, dengan manajemen yang baik kita nanti tidak lama lagi kita bisa swasembada energi, kita tak perlu impor BBM lagi dari luar Indonesia," kata Prabowo saat menghadiri acara Relawan Gerakan Ekonomi Nasional Prabowo-Gibran (Genderang), Senin (29/1).
ADVERTISEMENT
Prabowo mengungkapkan nantinya BBM di Indonesia akan banyak dari tanaman dan menjadi energi bersih. Ia mengungkapkan beberapa pakar dari luar negeri seperti Brasil sudah mempelajari kemungkinan Indonesia beralih ke energi bersih.
"Dari mana? solar bisa 100 persen dari kelapa sawit, kemudian bensin bisa dari tebu, dari singkong, dari aren kita bisa 100 persen bensin dari dalam negeri," tambahnya.